“Yang bisa menularkan rabies itu semua binatang yang mempunyai kelenjar air liur banyak dan bisa menyebabkan hipersalivasi,”
Jakarta (ANTARA) - Ahli infeksi dan penyakit tropis anak Dr. dr. Novie H. Rampengan, Sp.A(K), DTM&H, MCTM(TP) mengingatkan agar keluarga untuk melakukan vaksinasi rabies pada hewan peliharaan di rumah untuk mencegah penularan.

“Saya mengajak, bila Anda mempunyai binatang peliharaan jangan lupa selalu melakukan vaksinasi secara berkala dan teratur,” kata kata dokter dari Universitas Sam Ratulangi itu dalam bincang bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara virtual, Jakarta, Selasa.

Ia juga mengimbau agar orang tua selalu mendampingi anak ketika bermain bersama hewan peliharaan. Walaupun jinak, imbuh Novie, hewan tetap memiliki naluri kebinatangan yang dapat muncul sewaktu-waktu sehingga mungkin dapat menggigit anak.

Novie menjelaskan rabies merupakan infeksi susunan saraf pusat yang bersifat fatal. Infeksi rabies umumnya terjadi melalui gigitan hewan, baik hewan liar maupun hewan peliharaan.

Hewan penular rabies biasanya antara lain serigala, kelalawar, monyet, kucing, atau anjing. Namun khusus di Indonesia, kata Novie, masyarakat harus memberi perhatian lebih kepada keberadaan anjing mengingat 98 persen kasus gigitan yang menyebabkan rabies yaitu melalui anjing yang bisa saja merupakan sahabat sehari-hari di rumah.

“Yang bisa menularkan rabies itu semua binatang yang mempunyai kelenjar air liur banyak dan bisa menyebabkan hipersalivasi,” katanya.

Novie mengatakan anjing bila menderita rabies maka akan berubah menjadi agresif dari yang sebelumnya jinak. Hewan yang terinfeksi juga memiliki tanda hipersalivasi, berperilaku aneh seperti memakan benda-benda mati, bersembunyi di tempat gelap, dan bisa menyerang siapa saja tanpa provokasi.

“Bila hewan sudah divaksin kita juga harus lihat, apakah vaksin yang diberikan kepada hewan tersebut itu masih dalam rangka perlindungan atau tidak. Kadang-kadang sebagian orang berpikir bahwa sudah divaksin, tapi dia tidak tahu masa efektif vaksin tersebut terhadap hewan,” katanya.

Menurutnya, efikasi vaksin rabies pada hewan umumnya bertahan selama satu tahun dan akan berkurang jika lebih dari satu tahun sehingga hewan semakin besar berisiko untuk terinfeksi rabies.

“Bila hewan sudah divaksin tentu dia lebih terlindungi dari rabies. Namun kita harus ingat, pada umumnya prinsip vaksinasi itu bukan mencegah tidak sakit, dalam hal ini sakit rabies, namun mengurangi derajat bahaya penyakit,” kata Novie.

Apabila anak terkena gigitan hewan yang diduga penular rabies, Novie menegaskan agar orang tua segera melakukan penanganan awal yang tepat dan membawa anak ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Menurutnya, apabila anak sudah menunjukkan gejala, kemungkinan besar sulit untuk dapat tertolong. Adapun gejala awal yang patut diwaspadai yaitu demam dan nyeri di lokasi gigitan.

Bila virus sudah berkembang, anak akan mengalami hidrofobia atau ketakutan berlebihan pada air, aerofobia atau ketakutan terhadap udara, hingga ketakutan terhadap suara-suara. Anak yang terinfeksi juga akan memproduksi air liur yang berlebihan.

Novie mengatakan kondisi fatal atau tidaknya infeksi rabies pada anak memiliki banyak faktor yang menentukan. Ia juga mengingatkan bahwa tidak semua gigitan hewan mengandung virus rabies.

“Jadi kita harus lihat, apakah tempat tinggal anak di daerah yang endemi rabies atau tidak, kemudian digigit hewan dengan provokasi atau tanpa provokasi, status vaksinasi hewan, serta lokasi, bentuk, dan jumlah luka,” katanya.
Baca juga: Saran dokter jika anak tergigit hewan penular rabies
Baca juga: Anak di Ngada-NTT meninggal akibat tak terima VAR usai digigit anjing
Baca juga: Pengendalian rabies butuh kerja sama berbagai pihak

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022