Malang (ANTARA) - Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof Dr Rr Eko Susetyarini melakukan penelitian dengan inovasi pembuatan obat antifertilitas dari daun beluntas.

"Indonesia merupakan megadiversitas dengan keanekaragaman tumbuhan yang berbentuk pohon, perdu dan semak. Salah satu tanaman bentuk perdu, yaitu beluntas yang bermanfaat sebagai sumber makanan dan obat," kata Prof Sustyarini dalam pidato ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Biologi Reproduksi seperti dikutip dalam rilis yang diterima di Malang, Jawa Timur, Rabu.

Baca juga: Pakar farmasi: daun beluntas alternatif pencegah kerusakan hati

Prof Susetyarini dikukuhkan sebagai guru besar FKIP UMM di Gedung Teater Dome UMM, Selasa (11/10) bersama Prof Dr Dwi Priyo Utomo yang juga dikukuhkan sebagai guru besar Bidang Pendidikan Matematika.

Lebih lanjut, Prof Susetyarini yang dalam pidato ilmiah pengukuhannya mengambil judul "Beluntas dan Antifertilitas Serta Implementasinya dalam Pembelajaran" itu mengatakan, obat berbahan beluntas yang ia kembangkan merupakan antifertilitas, yakni suatu zat atau bahan yang menyebabkan tidak terjadinya fertilisasi antara spermatozoa dengan ovum.

Baca juga: UNY kembangkan daun beluntas untuk "deodorant"

Di lingkungan masyarakat, lanjutnya, antifertilitas digunakan sebagai program kontrasepsi dengan harapan bisa menjarangkan kelahiran.

Penelitian Prof Susetyarini tentang beluntas sebagai antifertilitas bermula dari fakta bahwa selama ini antiferlititas pada pria belum banyak diterapkan. Saat ini, antifertilitas pria yang tersedia hanya sterilisasi atau suntikan testosterone.

Baca juga: UMM kukuhkan profesor pertama bidang Ilmu Komunikasi Media Warisan

Menurut dia, perlu adanya pengembangan obat tradisional antifertilitas pria secara oral atau diminum. “Penelitian ini telah melalui uji prekinis ke hewan coba tikus putih jantan yang menunjukkan bahwa pemberian bubuk daun beluntas berkhasiat sebagai antifertilitas. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil skrining DNA mitokondria spermatozoa,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Priyo menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Mengembangkan Pemahaman Relasional Siswa: Mengutamakan Pengetahuan Konseptual atau Prosedural?".

Baca juga: Tekuni pertanian potensial berpigmen, Elfi jadi Guru Besar UMM

Dalam pidato ilmiahnya Prof Priyo mengatakan, pemahaman relasional membantu siswa membangun skema untuk menghubungkan ilmu yang sudah mereka ketahui dengan pengetahuan yang baru. Pengembangan ide-ide dalam memecahkan soal matematika juga berangkat dari sana.

Pemahaman relasional, lanjutnya, berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan konseptual. Namun, di lapangan, terjadi perdebatan tentang mana yang harus diutamakan antara kedua pengetahuan tersebut. "Padahal, hakikatnya hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural bersifat bilateral,” katanya.

Baca juga: Teh Bokashi Jati Cina dari Bali siap tembus pasar nasional dan ekspor
Karena itu, lanjutnya, pembelajaran yang menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan konseptual dan prosedural harus disempurnakan, sehingga menjadi lebih jelas.

"Penjelasan yang lebih rinci dapat mengubah pembelajaran tradisional yang umumnya bersifat prosedural menjadi pembelajaran yang mengutamakan pengetahuan konseptual," kata Prof Priyo.

Baca juga: Kemenkes: Obat herbal sedang jadi fokus peneliti dan industri dunia

Rektor UMM, Dr Fauzan menilai bahwa kedua guru besar itu merupakan pribadi yang memiliki etos tinggi serta kerja keras yang tak kenal lelah.

Fauzan berharap dengan bertambahnya profesor yang dimiliki UMM, kontribusi yang diberikan juga makin tinggi, baik di level nasional maupun global. "Demikian juga dengan korelasinya terhadap pengembangan UMM yang tengah berakselerasi dalam program internasionalisasi," kata Fauzan.

Baca juga: Kerja sama obat tradisional Indonesia-China diupayakan diperluas
Baca juga: BRIN dorong intensifikasi riset pengembangan fitofarmaka

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022