Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono meminta pemerintah untuk menghentikan rencana berutang kepada Bank Dunia karena utang luar negeri akan memperberat beban pembayaran keuangan negara. "Sebaiknya dikurangi dulu. Itu pemborosan di sektor kebijakan dan pemerintah harus mengubah policy," kata Agung Laksono usai bertemu Direktur Bank Dunia Paul Wolfowits di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Kamis. Agung didampingi Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis dan Wakil Ketua Panitia Anggaran Hafiz Zawawi. Menurut Agung pemerintah sebaiknya melakukan langkah efisiensi anggaran negara karena sekarang banyak sekali terjadi pemborosan terhadap keuangan negara. Selain itu, pemerintah juga harus menghentikan utang yang tidak perlu karena saat ini masih ada dana sebesar 16 miliar dolar yang belum dimanfaatkan. "Bila utang dengan Bank Dunia dilakukan maka pemborosan akan tetap terjadi," katanya. Wakil Ketua Panitia Anggaran Ahmad Hafiz Zawawi mengungkapkan, posisi utang Indonesia pada 2006 sebesar Rp 1.318 triliun. Ini terdiri dari Rp 636,6 triliun utang dalam negeri dan Rp 679,2 triliun utang luar negeri. Untuk menanggung beban itu, kata Hafiz, pemerintah harus membayar cicilan tiap tahunnya sebesar Rp 76,6 triliun untuk cicilan bunga dan Rp 63,6 triliun untuk cicilan utang pokok. Sementara utang outstanding terhadap Bank Dunia sampai dengan 31 Desember 2005 sebesar 8,16 miliar dolar dan net commitment 17,88 miliar dolar. Untuk itu, pemerintah tidak perlu terjerumus oleh iming-iming Bank Dunia karena masih ada utang yang belum terbayar. "World Bank juga hendaknya lebih banyak memberikan hibah yang tidak ketat untuk penguatan kelembagaan termasuk komitmen World Bank dalam mendorong pemberantasan korupsi, kata politisi Partai Golkar ini. Sementara Paul Wolfowits mengatakan pihaknya tidak bisa mempengaruhi negara-negara yang tergabung dalam CGI sehingga tidak bisa mempengaruhi para donatur utang Indonesia. Namun demikian, katanya, untuk utang ke World Bank, dirinya bisa memberikan kemudahan-kemudahan. Demikian juga dengan bunganya yang bisa diperingan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006