Palembang (ANTARA) - Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) siap memfasilitasi pembangunan sistem pengelolaan royalti musisi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja seni tersebut.

"Kami siap membantu, memfasilitasi dan membangun pusat data musik dan lagu untuk menunjang kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), dan memajukan industri musik nasional," kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Anggoro Dasanant pada acara diskusi teknis lembaga manajemen kolektif bidang musik dan lagu, di Palembang, Sumsel, Kamis.

Menurut dia, untuk meningkatkan kesejahteraan musisi diperlukan suatu sistem informasi pencatatan, penghimpunan serta pendistribusian royalti musik dan lagu.

Sistem tersebut dapat digunakan untuk memetakan karya cipta lagu Indonesia secara akurat sehingga para musisi dan pencipta lagu bisa menerima royalti sesuai haknya.

“Hal ini dapat dilakukan melalui sistem informasi pencatatan, penghimpunan serta pendistribusian royalti musik dan lagu oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual tengah mengupayakan peningkatan kesejahteraan para musisi melalui implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 Tentang pengelolaan royalti.

Peraturan tersebut mengatur pengelolaan royalti hak cipta lagu dan atau musik, pusat data lagu dan atau musik, tata cara pengelolaan royalti, dan pembentukan LMKN.

Peraturan pemerintah itu diterbitkan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atas lagu dan atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan atau musik.

Saat ini, tantangan yang masih dihadapi adalah banyaknya pencipta lagu yang merasa belum sepenuhnya mendapat hak royalti atas karya ciptaannya.

Untuk itu DJKI sedang mempersiapkan pembuatan pusat data yang memiliki teknologi tinggi yang mencakup karya cipta bidang musik dan lagu.

Hal ini diharapkan agar memudahkan LMKN untuk menentukan besarnya penarikan dan pendistribusian royalti.

Penarikan dan pendistribusian royalti yang akurat diharapkan dapat memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan pada para musisi yang karyanya banyak disukai masyarakat.

Dengan demikian, Anggoro meminta seluruh pihak baik DJKI, LMK, LMKN dan Tim Pengawas dapat memulai sinerginya.

Selaras dengan Anggoro, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel, Harun Sulianto mengatakan bahwa diterbitkannya PP 56 Tahun 2021 untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan atau musik sehingga dapat memajukan industri musik Indonesia.

“Pengaturan mengenai kewajiban pembayaran royalti musik dan atau lagu bukanlah hal baru, tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan para pelaku seni di bidang musik dan atau lagu di Indonesia,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 telah diatur jenis layanan publik komersial apa saja yang diwajibkan untuk membayar royalti atas penggunaan lagu dan atau musik pada kegiatan usaha yang mereka jalankan, di antaranya adalah restoran, kafe, bioskop, hotel, radio, toko, pusat perbelanjaan, supermarket, stasiun TV, karaoke, dan lainnya.

“Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) jangan khawatir. PP 56 telah mengatur bahwa pelaku UMKM akan mendapatkan keringanan tarif royalti sehingga akan disesuaikan dengan kemampuannya,” ujar Harun.

Baca juga: Musisi sebut tarif royalti musik di Indonesia sangat rendah
Baca juga: Adi "Kla Project" nilai PP 56 sudah sesuai kebutuhan musisi

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022