Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis bedah tulang dr. Oryza Satria, SpOT (K) mengatakan perempuan yang memasuki usia di atas 50 tahun dan sudah mengalami menopause lebih rentan mengalami osteoporosis, terlebih orang tersebut memiliki massa tulang yang rendah.

“Yang paling rentan itu adalah orang-orang yang wanita di atas umur 50 tahun, terus sudah menopause. Terlebih kalau di masa mudanya orang-orang itu kurang aktivitas fisik, kemudian index kalsium dan proteinnya itu kurang di bawah rekomendasi. Itu berisiko tinggi terkena osteoporosis karena berhubungan dengan big bone mass,”  kata dokter dari RSUP Fatmawati itu dalam bincang virtual pada Rabu.

Satria mengatakan kondisi osteoporosis berisiko terjadi pada perempuan di atas 50 tahun atau lebih dari 60 tahun yang sudah menopause karena berkaitan dengan penurunan level hormon estrogen yang berpotensi terjadinya penurunan massa tulang.

Menurut Satria, massa tulang yang rendah dapat meningkatkan seseorang mengalami osteoporosis. Dia mengatakan bahwa kepadatan tulang tertinggi seseorang terjadi di antara usia 20 sampai 40 tahun. Oleh sebab itu, orang dewasa seharusnya bisa mencapai massa tulang yang maksimal di periode emas tersebut sehingga dapat terhindar dari osteoporosis di masa tua.

“Kalau bisa, sebisa mungkin kita harus mencapai big bone mass di usia itu sebagai ‘tabungan’ kita nanti di masa tua. Penurunan kepadatan tulang itu tidak akan terhindarkan terutama pada wanita usia 50-60 tahun ke atas yang sudah mengalami menopause,” katanya.

Satria menganjurkan agar seorang perempuan yang berusia di atas 50 tahun, apalagi di atas 60 tahun, dan sudah menopause untuk skrining atau memeriksakan kondisi kepadatan tulang (bone density test atau bone mineral density test).

“Dari BMD itu akan diperiksa biasanya tulang belakang, tulang panggul, dan tulang tangan. Nanti ada bacaannya, biasanya akan dibaca oleh dokter apakah ini normal, kondisi sesuai dengan usia, apakah osteopeni atau kepadatan tulangnya rendah, apakah osteoporosis. Nanti tergantung dokternya mau memberikan terapi apa,” terang Satria.

Baca juga: Hari Osteoporosis Sedunia momentum kenali cara pencegahan

Ketika seseorang telah mengalami patah tulang pada pergelangan tangan di usia lebih dari 50 tahun, dia juga merekomendasikan untuk dilakukan skrining. Patah tulang pada pergelangan tangan di atas usia 50 tahun, kata Satria, dapat menunjukkan suatu prediktor terjadinya patah tulang di bagian lain seperti tulang belakang dan tulang panggul yang berkaitan dengan osteoporosis.

“Jadi tujuannya skrining itu adalah mengetahui faktor risiko. Juga (orang tersebut) jangan sampai jatuh. Memang faktor internal dan eksternalnya, terutama kondisi rumah dan tempat kerja, itu harus dimodifikasi jika sudah terdeteksi terjadinya osteoporosis,” katanya.

Dikatakan Satria, kondisi osteoporosis termasuk “silent disease” atau tidak menunjukkan gejala yang jelas hingga kondisi tersebut baru diketahui saat terjadi patah tulang atau pemeriksaan kepadatan tulang (BMD). Oleh sebab itu, pencegahan menjadi penting untuk dilakukan terutama mencapai massa tulang yang maksimal hingga usia dewasa dan meminimalkan risiko terjadinya patah tulang di usia lanjut.

Walau faktor primer osteoporosis berhubungan dengan perempuan lansia, Satria menambahkan bahwa osteoporosis tidak hanya disebabkan oleh proses penuaan melainkan juga bisa terjadi karena penyebab lain seperti terdapat penyakit yang mendasari misalnya penyakit genetik atau penyakit hormonal, menjalani gaya hidup yang tidak banyak aktivitas, hingga mengonsumsi makanan yang tidak bergizi.

“Bisa menyerang siapa saja. Apalagi kalau misalnya ada penyakit genetik yang mendasari, misalnya yang jelas itu osteogenesis imperfecta yaitu di mana terjadi gangguan dari lahir terhadap pertumbuhan dan pembentukan tulang. Kemudian ada pula marfan sindrom, dan lain-lain,” katanya.

Baca juga: Mengapa osteoporosis lebih rentan menyerang wanita?

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022