Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI mulai menyesuaikan suku bunga deposito dan kredit valuta asing (valas) usai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak tiga kali sebesar 150 basis poin (bps) pada tahun ini.

Sejak September 2022, perseroan menyesuaikan suku bunga deposito valas sebesar 5 bps hingga 32 bps, sedangkan penyesuaian tingkat bunga kredit valas sebesar 1 persen sampai dua persen, yang efektif mulai berlaku pada 1 Oktober 2022.

"Penyesuaian suku bunga khususnya di suku bunga deposito valas ini memang diperlukan untuk memenuhi tingginya permintaan kredit valas," ucap Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Meski demikian, dirinya mengungkapkan belum ada perubahan suku bunga deposito dan pinjaman rupiah di triwulan III-2022, namun pada triwulan IV-2022 suku bunga tersebut akan ditinjau kembali.

Langkah konservatif tersebut dilakukan untuk mendukung perkembangan debitur yang baru mulai pulih dari dampak pandemi COVID-19 serta untuk menjaga kualitas portfolio pinjaman.

"Kami memang terus menyeimbangkan antara margin perusahaan dengan kondisi nasabah," tuturnya.

Novita melihat ke depannya kondisi likuiditas akan semakin ketat, yang diiringi dengan penyesuaian suku bunga simpanan terutama deposito. Dengan demikian biaya dana alias Cost of Fund (CoF) perbankan diperkirakan mulai meningkat secara bertahap mulai dari triwulan IV-2022.

Saat ini sekitar 85 persen dari portofolio pinjaman BNI terdiri dari pinjaman dengan suku bunga floating atau mengambang, sehingga pada dasarnya perseroan memiliki fleksibilitas untuk mengelola margin seiring dengan tren kenaikan suku bunga.

Namun, lanjut dia, manajemen juga sepakat bahwa yang menjadi prioritas adalah kualitas aset dan penyesuaian bunga kredit BNI benar-benar dilakukan, ditinjau, dan secara selektif akan diterapkan dengan memperhatikan kondisi dari masing-masing nasabah.

"Kondisinya bagaimana loyalitas nasabah tersebut terhadap BNI, dimana tercermin dari volume transaksi di BNI," ungkap Novita.

Meski begitu, Novita menegaskan tren kualitas kredit BNI ke depan akan terus membaik. Pembentukan coverage ratio atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pun sudah berada pada level yang cukup untuk menghadapi risiko di masa yang akan datang, yakni 270 persen.

Salah satu risiko yang kemungkinan terjadi yaitu penurunan biaya kredit atau Cost of Credit (CoC) sampai dengan akhir tahun ini dan akhir tahun depan, yang juga mempertimbangkan dampak diberhentikannya relaksasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Oleh karenanya BNI akan berfokus meningkatkan dana murah alias Current Account Savings Account (CASA) melalui penguatan kapabilitas digital serta meningkatkan transaksi nasabah di giro dan tabungan dalam menghadapi berbagai risiko tersebut.

Baca juga: BNI pertemukan UMKM dengan pembeli dari Korea Selatan padaTEI 2022

Baca juga: BNI: Ekonomi Indonesia masih stabil meski hadapi risiko resesi global

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022