New York (ANTARA) - Seorang hakim Florida, AS, akan memvonis Nikolas Cruz, pria yang membunuh 17 siswa dan staf sebuah sekolah dengan senapan semi otomatis dengan hukuman penjara seumur hidup pada Rabu.

Juri bulan lalu memilih untuk membebaskan Cruz (24) dari hukuman mati dan memberikan hukuman penjara seumur hidup tanpa peluang pembebasan bersyarat dalam kasus penembakan massal paling mematikan dalam sejarah AS.

Cruz mengaku bersalah tahun lalu atas pembunuhan berencana, kemudian menghadapi persidangan untuk menjatuhkan hukuman selama tiga bulan awal tahun ini.

Hakim Elizabeth Scherer menyetujui permintaan jaksa penuntut untuk terlebih dulu memberi kesempatan kerabat korban berbicara di persidangan sebelum vonis dijatuhkan.

Baca juga: Laporan: Kepemimpinan polisi buruk saat atasi penembakan Uvalde

Persidangan vonis itu dimulai pada Selasa dengan pernyataan kerabat korban.

Sejumlah kerabat korban mengecam keputusan juri.

Mereka juga mengkritik keharusan undang-undang negara bagian bahwa semua anggota juri yang berjumlah 12 orang dirahasiakan identitasnya untuk menjatuhkan hukuman seorang terdakwa yang akan dieksekusi.

Beberapa kerabat juga mengecam tim pengacara Cruz, yang pada Selasa mengajukan keberatan pada hakim dengan mengatakan bahwa klien mereka memiliki hak konstitusi untuk diwakili secara hukum.

Banyak pernyataan kerabat korban secara langsung ditujukan kepada Cruz, yang duduk bersama pengacaranya sambil mengenakan kacamata besar dan masker medis.


Baca juga: Penembakan massal di mal Indiana tewaskan pelaku dan tiga orang


Anne Ramsay, ibu dari Helena Ramsay (17), mengatakan kepada Cruz bahwa dirinya "benar-benar jahat", sedangkan Inez Hixon menyebutnya "teroris domestik" atas pembunuhan terhadap ayah mertuanya, direktur atletik sekolah itu, Chris Hixon.

Cruz berusia 19 tahun saat melakukan penembakan di SMA Marjory Stoneman Douglas di Parkland, sekitar 50 km dari pengadilan itu di Fort Lauderdale. Dia telah dikeluarkan dari sekolah tersebut.

Sejumlah penyintas menggagas sebuah gerakan pemuda untuk mendorong regulasi senjata api yang lebih ketat di AS, di mana insiden penembakan sering terjadi dan memiliki tingkat kepemilikan senjata pribadi paling tinggi di dunia.

Sumber: Reuters


Baca juga: Biden kecam insiden penembakan massal di Raleigh, North Carolina


Baca juga: PM Thailand perintahkan kontrol senjata lebih ketat usai pembantaian

 

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2022