Jakarta (ANTARA) - Maarfi Institute menggelar Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif (SKK-ASM) IV pada 12-17 November guna membahas gagasan-gagasan Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii mengenai toleransi, nilai-nilai kebangsaan, dan Pancasila untuk menentang segala bentuk diskriminasi.

Melalui SKK-ASM IV itu, Direktur Program Maarif Institute, Moh Shofan, berharap 30 peserta dari berbagai latar belakang agama, etnis, gender, ormas keagamaan, dan daerah dapat melanjutkan cita-cita Buya Syafii dalam menentang segala bentuk diskriminasi dengan mengembangkan beragam gagasannya, terutama mengenai toleransi bertepatan dengan peringatan Hari Toleransi Internasional 16 November.

Baca juga: Garda Pemuda NasDem usul Buya Syafi'i Ma'arif jadi pahlawan nasional

"Bersamaan dengan Hari Toleransi Internasional ini, kami berharap peserta SKK bisa melanjutkan cita-cita Buya Syafii Maarif yang peduli terhadap isu isu toleransi, nilai-nilai kebangsaan, dan Pancasila untuk menentang segala bentuk diskriminasi dan prasangka," ujar Shofan.

Mengangkat tema besar "Islam, Kebinekaan, dan Keadilan Sosial", SKK-ASM IV yang diselenggarakan di Pesantren Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah itu menghadirkan sejumlah narasumber.

Baca juga: GP NasDem ajak generasi muda teladani Buya Syafi'i Ma'arif

Pada 15 dan 16 November 2022, SKK-ASM IV menghadirkan narasumber, di antaranya, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sekaligus Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. M. Amin Abdullah yang memaparkan materi berjudul "Pemikiran Politik Ahmad Syafii Maarif tentang Islam dan Pancasila".

Berikutnya, ada pula Rektor IAIN Salatiga, Jawa Tengah, Prof. Dr. Zakiyudin Baidhawi yang memaparkan materi berjudul "Islam Berkemajuan: Perspektif Ahmad Syafii Maarif".

Baca juga: Ketua INF sebut Syafii Ma'arif sosok perekat bangsa

Lebih lanjut dalam paparannya, Amin mengatakan Buya Syafii merupakan kritikus sosial-agama, sosial-budaya, dan sosial-politik yang memiliki pandangan tajam.

“Buya Syafii kerap melontarkan kritik ke publik secara lugas tanpa 'tedeng aling-aling', mulai dari persoalan konflik Sunni dan Syiah hingga persoalan FPI yang disebut Buya sebagai ‘preman berjubah’ karena aksinya yang kerap menyapu massa," ujar Amin.

Baca juga: Saleh Husin: Syafii Ma'arif sosok teduh yang ayomi semua kalangan

Selanjutnya, ia menyampaikan kepada para peserta SKK-ASM IV bahwa ajaran Islam dewasa ini harus mampu merespons persoalan humanisme kontemporer. Untuk melakukan itu, lanjut dia, corak pendidikan Islam sudah seharusnya melibatkan riset lapangan dan membahas perihal kewargaan dalam konteks bangsa dan negara secara tuntas dan mendasar dengan hubungannya terhadap isu-isu serta paham keagamaan.

"Dengan demikian, ajaran Islam dapat hadir menjadi solusi bagi persoalan keindonesiaan," ujar dia.

Baca juga: Ma'arif Institute: Perketat prokes untuk cegah penyebaran Omicron

Sementara itu, Zakiyudin dalam paparannya mengatakan bahwa gagasan keislaman Buya Syafii merupakan gagasan Islam berkemajuan yang peduli terhadap nilai toleransi, kebangsaan, dan Pancasila.

"Sebuah bangsa dapat mengalami kehancuran apabila toleransi sosial, agama, dan budaya tidak mantap," kata dia mengutip ucapan Buya Syafii yang diingatnya.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022