Tanjungpinang (ANTARA) - Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dikenal sebagai salah satu daerah kepulauan, dengan total 2.408 pulau, yang tersebar di tujuh kabupaten/kota setempat, mulai dari Batam, Tanjungpinang, Bintan, Karimun, Lingga, hingga paling ujung utara Indonesia, yaitu Natuna dan Anambas.

Dengan kondisi geografis 96 persen lautan, wajar jika sebagian besar penduduknya berprofesi nelayan yang menggantungkan hidupnya dengan hasil tangkapan laut.

Sumber daya alam (SDA) laut di daerah yang berbatasan dengan banyak negara, seperti Malaysia dan Singapura, itu memang sangat melimpah, salah satunya di sektor perikanan, yang berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri tahun 2022, potensinya mencapai 1,1 juta ton per tahun.

Hanya saja, potensi yang besar itu baru dimanfaatkan hanya 3,3 persen, karena masih minimnya sarana alat tangkap guna memaksimalkan hasil tangkapan nelayan lokal.

Nelayan Kepri, pada umumnya adalah tradisional yang identik dengan penggunaan alat-alat tangkap berbasis kearifan lokal, mulai dari jaring kecil, bubu, pancing, tombak, hingga rawai.

Kapal yang digunakan pun rata-rata berkapasitas di bawah 5 grosstone, sehingga tidak mampu menangkap ikan dalam skala lebih besar. Ini tentu berbanding lurus pula dengan pendapatan nelayan tradisional sehari-hari.

Selain itu, nelayan tradisional juga agak sulit menangkap ikan di laut lepas atau lebih luas, seperti halnya di Natuna yang berhadapan dengan perairan internasional. Dengan kapal ukuran kecil, pasti terlalu berisiko memicu kecelakaan akibat cuaca ekstrem dan gelombang tinggi. Tinggi gelombang di perairan Kepri, khususnya Natuna dan Anambas, bisa mencapai 7 meter apabila memasuki cuaca ekstrem, seperti di penghujung tahun.

Oleh karena itu, tak berlebihan jika Pemerintah Provinsi Kepri mulai serius memperhatikan nasib nelayan tradisional melalui perlindungan jaminan sosial tenaga kerja (BPJAMSOSTEK). Perlindungan dengan BPJAMSOSTEK adalah upaya pemerintah daerah untuk menjamin bagaimana kesejahteraan masyarakat bisa terjamin di semua bidang pekerjaan, termasuk nelayan. Program ini dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK.

Kebijakan itu diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemprov Kepri dan pemerintah kabupaten/kota terkait kepesertaan nelayan pada BPJS Ketenagakerjaan yang diwakili Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbar Riau Kepri Eko Yuyuliandi di Kabupaten Karimun pada 21 September 2022.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyebut perlindungan jamsostek untuk nelayan sangat diperlukan, sebab nelayan dalam melakukan kegiatan melaut seringkali menghadapi marabahaya dan risiko tinggi yang mengancam keselamatan.

Dengan adanya perlindungan dari BPJAMSOSTEK, maka kemungkinan terburuk yang dialami nelayan pada saat melaut sekaligus meninggalkan keluarga di rumah bisa diantisipasi. Langkah pemerintah ini beralasan, karena berkat jasa para nelayan masyarakat bisa makan ikan untuk pemenuhan gizi.

Program BPJAMSOSTEK bagi nelayan di Kepri mulai diberlakukan tahun 2023. Ada sekitar 38 ribu nelayan di bawah 5 grosstone yang diusulkan tujuh kabupaten/kota untuk mendapat perlindungan BPJAMSOSTEK.

Pembiayaan BPJAMSOSTEK nelayan tersebut akan dilakukan dengan sistem penganggaran campuran, masing-masing 50 persen antara Pemprov Kepri dengan pemerintah kabupaten dan kota.

Adapun total anggaran yang dikeluarkan Pemprov Kepri untuk BPJAMSOSTEK nelayan pada tahun depan adalah Rp3,5 miliar. Dengan rincian, nelayan Kabupaten Natuna Rp453 juta, nelayan Kota Batam Rp391 juta, nelayan Kabupaten Karimun Rp541 juta, nelayan Kota Tanjungpinang Rp105 juta, nelayan Kabupaten Bintan Rp604 juta, nelayan Kabupaten Lingga Rp1 miliar, dan nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas Rp343 juta.

Pemerintah kabupaten dan kota di Kepri juga sangat mendukung program keikutsertaan nelayan untuk BPJS Ketenagakerjaan ini, karena sangat penting bagi pemerintah melindungi nelayan sebagai tulang ekonomi nasional, sekaligus membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.


Perlindungan maksimal

BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kota Tanjungpinang sangat mengapresiasi langkah Pemprov Kepri mendaftarkan kepesertaan BPJAMSOSTEK kepada semua nelayan tradisional di bawah 5 grosstone yang jumlah totalnya sekitar 38 ribu orang.

Hal itu sejalan dengan upaya BPJS Ketenagakerjaan untuk mengejar cakupan kepesertaan BPJAMSOSTEK di kalangan pekerja sektor nonformal yang saat ini baru mencapai 16 persen, termasuk di dalamnya nelayan, dengan jumlah yang baru terdaftar sebanyak 12.487 orang. Mereka tersebar di lima wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kota Tanjungpinang, yakni Tanjungpinang, Bintan, Lingga, Anamabas, dan Natuna.

Di sisi lain, jumlah cakupan kepesertaan sektor formal di lima daerah tersebut secara umum cukup tinggi, yakni mendekati angka 70 persen.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kota Tanjungpinang Sri Sudarmadi menyebut nelayan yang terdaftar BPJAMSOSTEK mendapat dua program perlindungan utama, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Cukup membayar iuran sebesar Rp16.800 per bulan, seluruh aktivitas nelayan, mulai dari saat persiapan melaut, selama berada di laut, lalu pulang ke rumah, hingga memasarkan produknya, semuanya dilindungi BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai contoh, ketika nelayan mengalami kecelakaan kerja ketika melaut dan mengharuskan perawatan medis di rumah sakit. Maka urusan biaya dari proses angkutan menuju ke tempat pengobatan, kemudian selama menjalani perawatan semua akan ditanggung oleh BPJAMSOSTEK.

Bahkan penghasilannya akan diganti selama peserta itu dirawat dan tidak bisa bekerja. Nominalnya 100 persen dari total penghasilan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu setahun, dan jika lebih dari setahun haknya dikurangi menjadi 50 persen.

Namun, jika berakibat lebih lanjut, seperti cacat total tetap, akan mendapat santunan setara 70 persen x  80 bulan x gaji yang bersangkutan.

Apabila meninggal dunia, mendapat santunan setara 60 persen x 80 bulan x gaji yang bersangkutan. Bahkan dua anaknya juga menerima program beasiswa sampai lulus perguruan tinggi, dengan total nilai sebesar Rp174 juta.

Jika nelayan meninggal dunia di luar kecelakaan kerja, mendapat santunan senilai Rp42 juta. Bila status kepesertaan lebih dari 3 tahun, dua anaknya juga berhak menerima program beasiswa, hingga lulus perguruan tinggi.

Sepanjang tahun 2022, BPJS Ketenagakerjaan telah menyalurkan dana santunan senilai Rp624.263.340 kepada nelayan, yang terdiri dari 13 kasus meninggal dunia (JKM) dan 7 kasus kecelakaan kerja (JKK).


Dukungan stakeholder

Kolaborasi memainkan peranan penting dalam rangka menyukseskan program perlindungan nelayan melalui BPJAMSOSTEK di wilayah Kepri.

Dukungan anggaran sebesar Rp3,5 miliar yang disalurkan Pemprov Kepri untuk jamsostek nelayan pada tahun depan, tentu tak lepas dari penganggaran yang dilakukan lembaga legislatif dan eksekutif.

Anggota Komisi IV DPRD Kepri Sirajuddin Nur memastikan akan terus mengawal anggaran program perlindungan jamsostek nelayan di wilayah itu karena profesi yang digeluti nelayan sehari-hari sangat berisiko, sehingga sudah semestinya pemerintah hadir memberikan rasa aman bagi masyarakat nelayan ketika mereka mencari nafkah.

Dari beberapa kegiatan kunjungan reses ke pulau-pulau di Kepri, Kecamatan Moro di Kabupaten Karimun, misalnya, ia menerima banyak keluhan nelayan pesisir belum memiliki asuransi, baik itu BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan. Hanya saja, sebagian besar nelayan pesisir mengaku kesulitan membayar iuran karena hasil tangkapan laut yang tidak menentu.

Padahal, menurutnya, nelayan tradisional sangat antusias menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mengingat dengan iuran hanya sebesar Rp16.800 per bulan atau Rp202 ribu per tahun, manfaat yang akan didapatkan para nelayan sangat besar.

Oleh karenanya, Komisi IV yang membidangi masalah kesejahteraan masyarakat itu memandang perlunya komitmen DPRD dan Pemprov Kepri supaya program BPJAMSOSTEK bagi nelayan ini terus berkelanjutan.

Bahkan, selain nelayan, ke depan DPRD juga mendorong program perlindungan jamsostek bagi pekerja nonformal lainnya, seperti tukang ojek, pedagang kaki lima, hingga ketua RT/RW.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan Buyung Adli ikut mengapresiasi langkah Pemprov Kepri yang telah mengalokasikan program BPJS ketenagakerjaan bagi 38 nelayan di Bumi Segantang Lada tersebut.

Program BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan bentuk keadilan bagi nelayan. Pasalnya, nelayan memiliki risiko kerja yang besar, padahal amat berjasa pada sektor pangan masyarakat.

KNTI juga mengharapkan dengan kepemilikan kartu BPJS Ketenagakerjaan akan membuat nelayan makin mudah mengakses subsidi untuk melaut, termasuk dalam memperoleh BBM yang sesuai kebutuhan sehari-hari.

Sekurang-kurangnya program perlindungan BPJAMSOSTEK nelayan ini bisa menghindari kemiskinan yang muncul secara mendadak. Apalagi yang namanya nelayan, ialah tulang punggung ekonomi keluarga satu-satunya. Ketika mengalami kecelakaan kerja, bahkan meninggal dunia, siapa yang akan menafkahi anak dan istri mereka. Itulah alasannya kenapa nelayan harus dilindungi BPJS Ketenagakerjaan agar ada jaminan sosial dan ekonomi di kemudian hari.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022