Terutama dalam hal anggaran. Pasalnya, literasi belum dipahami sebagai isu strategis di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Muhammad Nur Purnamasidi mengingatkan perlunya kolaborasi dan sinergi untuk meningkatkan budaya literasi hingga ke pelosok daerah.

"Terutama dalam hal anggaran. Pasalnya, literasi belum dipahami sebagai isu strategis di Indonesia," ujar Nur dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Untuk itu, dia mendorong Perpustakaan Nasional (Perpusnas) agar berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat.

Kedua lembaga tersebut, kata dia, memiliki visi yakni mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan literasi. Secara anggaran, kedua lembaga tersebut dinilai kuat di mana BI memiliki anggaran lebih dari Rp2 triliun per tahun untuk program sosial BI, sementara OJK memiliki CSR perbankan.

Hal itu sejalan dengan program Perpusnas, Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Program TPBIS dijalankan oleh Perpusnas dengan dukungan dari Bappenas RI sejak tahun 2018.

Baca juga: Riset : 45 persen siswa kelas 3 SD belum kuasai kemampuan literasi

Baca juga: Peneliti: Hanya 31 persen siswa SD capai tingkat literasi baik


TPBIS menggunakan pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan di seluruh provinsi di Indonesia.

“Jika ini dijadikan peluang untuk sambil menunggu anggarannya cukup dari yang diberikan negara melalui APBN untuk Perpusnas, maka saya yakin mimpi besar kita untuk menjadikan Perpusnas dengan gerakan literasinya dan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial untuk membantu negara mengurangi rakyat miskin di Indonesia bisa dicapai dengan mudah,” jelas dia.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Zainuddin Maliki mengatakan, mengacu kepada UNESCO, ada enam literasi yang wajib dimiliki oleh setiap individu yakni baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Menurut dia, upaya membudayakan enam literasi tersebut tidaklah mudah.

Literasi baca tulis, misalnya, mendapatkan tantangan karena budaya masyarakat Indonesia cenderung lisan.

Zainudin menambahkan, mengacu pada survei Microsoft, di era digital saat ini Indonesia justru ‘berprestasi’ sebagai negara yang paling tidak sopan dalam hal penggunaan teknologi digital ke-28 dari 32 negara se-Asia Tenggara.

Dia mendorong Perpusnas agar memainkan perannya dalam upaya penguatan budaya literasi.

“Komisi X DPR memberi dorongan ke Perpusnas untuk dapat memperbaiki keenam literasi yang dimaksud. Kita juga harus berkolaborasi dan bersinergi agar budaya membaca menjadi kuat dan komunikasi yang ada tidak hanya oral, tapi juga lisan,” kata Zainudin.

Baca juga: Kemenkominfo gandeng Kemendikbudristek tingkatkan literasi digital

Baca juga: Perpusnas sebut literasi sebagai pondasi pembangunan SDM

Pewarta: Indriani
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022