berharap perempuan berani bicara saja dulu jangan muluk-muluk, berani melapor dan tahu dimana harus melapor
Denpasar (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Center (WCC) menggalang donasi melalui konser musik amal yang hasilnya digunakan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang tak berbayar.

"Mereka yang menonton ke sini itu berdonasi Rp50 ribu, jadi dari sana kita sisihkan untuk kepentingan penanganan kasus yang tidak berbayar. Kami juga memberikan bantuan hukum gratis juga sebagai dukungan dana untuk ekonomi kreatif, dan sosialisasi hukum," kata Direktur LBH Bali WCC Ni Nengah Budawati.

Dalam konser amal bertema "Bersama Mencegah Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak" yang berlangsung di Taman Budaya Art Center, Denpasar, Sabtu (10/12) malam itu, LBH Bali WCC sekaligus merayakan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan 1 dekade keberadaan lembaga tersebut di Pulau Dewata.

"Acara ini merupakan kampanye peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Se-dunia juga menyambut HUT 1 dekade kami, jadi ada pameran seni lukis anak-anak, ada musikalisasi puisi, apresiasi ke teman-teman disabilitas, Kak Onyot, dan penampilan musik band Nosstress," ujar Budawati.

Baca juga: Psikolog: Perempuan laki-laki perlu bermitra, cegah kekerasan seksual
Baca juga: RSUP Sanglah tangani 41 kasus kekerasan perempuan dan anak

Dalam konser amal tersebut, Budawati mengaku LBH Bali WCC berhasil menjual hampir 200 tiket untuk donasi termasuk kehadiran anak dan orang tua yang meramaikan acara.

"Kalau lihat anak-anaknya kami sangat luar biasa antusiasnya, karena kalau anak hadir, ibu bapaknya pasti hadir. Jadi sebuah kolaborasi luar biasa, ada juga anak muda, sehingga kita lihat yang menikmati acara dari anak kecil sampai orang tua," kata direktur utama lembaga tersebut.

Dengan adanya kampanye untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, Budawati berharap pemahaman soal kekerasan dapat disadari semua orang, tak hanya orang tua namun juga anak.

Selain itu, konser amal ini diikuti oleh kaum muda yang menurutnya kelak akan memasuki jenjang pernikahan, sehingga menjadi momentum baik mengkampanyekan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di panggung tersebut.

"Kami berharap perempuan berani bicara saja dulu jangan muluk-muluk, berani melapor dan tahu dimana harus melapor," tegasnya.

Baca juga: Kekerasan pada perempuan masih mendominasi di Bali
Baca juga: KemenPPPA: Perlindungan terhadap perempuan harus dilakukan semua pihak


Mendengar sambutan Kabid PPA Ditreskrimum Polda Bali Ni Luh Kompyang soal angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tinggi di tahun 2022, Budawati mengaku ada sisi positif dari hal tersebut.

"Saya pikir kalau kemudian di setiap tahun kasus kekerasan meningkat itu bagus, karena kita berprinsip bahwa jika kasusnya banyak pasti banyak orang yang berani melapor dibanding tidak ada," ujarnya menilai laporan-laporan tersebut sebagai keberhasilan.

Untuk di Bali sendiri, Dirut LBH Bali WCC itu menilai kesadaran melapor untuk dibantu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung rendah, terbukti dari dirinya yang harus jemput bola karena dalam setahun hanya 2-3 orang yang berani datang dan melapor ke kantornya.

"Itu pun (pelapor) dengan tingkat pendidikan sekelas sarjana, maka itu LBH Bali WCC harus kerja keras bersama pemerhati perempuan dan anak jemput bola. Kami berharap suatu saat kami bisa duduk kemudian datang masyarakat melapor," ujarnya.

Dalam kampanyenya, Budawati menyadari bahwa kendala yang terjadi di Bali adalah kurangnya rangkulan dari pihak keluarga agar penanganan kasus hukum yang dialami perempuan mudah terselesaikan.

Baca juga: Rumah singgah jembatani penanganan kasus kekerasan perempuan

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022