Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan perlunya melakukan pendekatan teori sistem hukum yang digagas Lawrence Meir Friedman untuk mencegah terjadinya praktik penyiksaan tahanan.

"Yang harus kita bereskan pertama terkait struktur kelembagaan Polri," kata Arsul Sani dalam webinar bertajuk Penyiksaan dalam Praktik Pidana Mati di Indonesia: Satu Terlalu Banyak di Jakarta, Jumat.

Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan selain program yang telah ditetapkan kapolri, perlu pula beberapa hal untuk diperbaiki melalui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya praktik penyiksaan terhadap tahanan, lanjutnya, maka perlu memperbaiki pengaturan melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Polri.

"Dan yang paling penting menurut ialah kultur penegakan hukum kita ini harus diperbaiki," tambahnya.

Dalam paparannya, Arsul mengatakan perlu juga dibentuk sanksi bagi penyidik, apakah itu anggota Polri, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), atau kejaksaan, yang melanggar ketentuan berlaku. Sebagai contoh, penyidik yang melarang atau tidak mengizinkan pendamping hukum untuk mendampingi kliennya saat diperiksa perlu mendapat sanksi.

"Ke depan harus ada ketentuan sanksi. Hal-hal seperti itu harus dipikirkan secara serius," imbuhnya.

Arsul juga berpandangan sistem peradilan pidana di Indonesia, yang diatur dalam KUHAP, juga harus diubah. Sebab, dia melihat tidak adversarial murni. Artinya, ketika pemeriksaan di pengadilan dilakukan, maka hakim yang menanyai saksi dan terdakwa.

"Jadi, yang saya rasakan ini sudah ada under pressure, baik kepada saksi, jaksa, maupun pada advokat," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022