Jakarta (ANTARA) - Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan konflik di beberapa bagian Ethiopia mendorong peningkatan pesat dalam hal kerawanan pangan, memperparah dampak kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memengaruhi wilayah timur dan selatan negara itu.

Laporan tersebut, yang dibuat oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture/FAO) bersama Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP), adalah laporan dua kali setahun terkait situasi kerawanan pangan akut di negara-negara tempat konflik dan ketidakamanan menjadi pendorong utama kerawanan pangan akut.

Laporan yang dirilis pada Senin (19/12) tersebut memberikan gambaran tentang bagaimana konflik dan kekerasan berkontribusi terhadap meningkatnya kerawanan pangan di Ethiopia antara Januari hingga Oktober 2022.
 
 


"Eskalasi konflik baru-baru ini di beberapa bagian Ethiopia utara dan wilayah-wilayah lain, khususnya Benishangul-Gumuz dan Oromia, mendorong peningkatan pesat dalam hal kerawanan pangan, memperparah dampak kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memengaruhi wilayah timur dan selatan," kata laporan itu. 

"Situasi di beberapa bagian utara Ethiopia tetap menjadi perhatian tertinggi. Hal ini disebabkan tingginya volatilitas konteks dalam beberapa bulan terakhir dan bertahannya satu atau lebih penyebab kerawanan pangan yang parah," tambah laporan itu.

Ethiopia mengalami konflik yang menghancurkan antara pasukan sekutu pemerintah dan pasukan yang setia kepada pemberontak Front Pembebasan Rakyat Tigray (Tigray People's Liberation Front/TPLF) sejak November 2020, yang menyebabkan ribuan orang tewas dan jutaan lainnya sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Pada 2 November lalu, pemerintah Ethiopia dan TPLF menandatangani perjanjian penghentian permusuhan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama dua tahun itu. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022