Jakarta (ANTARA) - Qatar boleh saja tak menang satu kali pun, tetapi mereka pantas menyebut Piala Dunia 2022 sebagai kisah sukses yang pada satu sisi menjadi buah manis dari diplomasi soft power mereka selama ini.

Sementara sukses mencapai semifinal yang telah membuat Piala Dunia tak lagi terlalu didominasi Amerika Selatan dan Eropa membuat Maroko juga mencatat sukses serupa, selain pastinya sukses olahraga.

Kedua negara itu sama-sama telah dinaikkan citra internasional mereka oleh Piala Dunia 2022.

Bahkan citra itu menjadi juga citra dunia Arab yang acap diasosiasikan oleh sebagian kalangan dengan kekolotan yang salah satu ujungnya bisa mendorong radikalisme dan kemudian ekstremisme itu.

Qatar telah memberi pesan kepada dunia bahwa Arab juga guyub dengan zaman yang ditegaskan oleh sepak bola Maroko yang membuat mata dunia terbuka untuk mengetahui siapa sebenarnya Qatar dan Maroko.

Salah satu bagian menarik dari upaya membuka mata itu adalah mengetahui kehidupan sosial kedua negara yang bisa merembet kepada cara hidup, bermasyarakat dan bernegara, termasuk dalam cara mereka merangkul demokrasi.

Baca juga: Menilik beragam pertunjukan memukau yang terangi langit malam Qatar

Dalam soal demokrasi, Maroko menjadi salah satu negara Arab dengan kualitas demokrasi terbaik di Timur Tengah dan Afrika Utara, setelah Israel, Tunisia, Turki, dan Lebanon. Sedangkan kehidupan demokrasi di Qatar adalah tujuh terbaik di Timur Tengah.

Keberhasilan Qatar dalam menyelenggarakan Piala Dunia 2022 dan keberhasilan Maroko mencapai babak yang lama dikuasai tim-tim Eropa dan Amerika Selatan adalah juga mengafirmasi rangkaian reformasi besar di dunia Arab belakangan ini.

Dekade belakangan ini, negara-negara Arab menoleh soft power untuk menaikkan citra dan menarik pemihakan dunia kepada mereka, demi kepentingan nasionalnya, khususnya ekonomi.

Mereka tak mau lagi diasosiasikan dengan radikalisme yang lebih sering karena laku bagian kecil dari mayoritas besar namun bersuara lebih nyaring dari mayoritas diam.

Di antara yang gencar menampilkan wajah baru yang meninggalkan kekolotan adalah Arab Saudi. Negeri ini aktif merangkul modernitas dari segala aspek, mulai dari sains, sampai olah raga, seni dan budaya.

Saudi kini bukan Saudi yang serba terlarang, hingga bioskop pun kini buka kembali, sementara acara-acara olahraga dan budaya global menjadi ramai diadakan di sini. Bahkan Saudi berambisi menjadi jantung teknologi global.

Di lapangan hijau, tim sepak bola mereka membawa semangat pembaruan itu dengan tampil mengesankan selama Piala Dunia 2002 sampai menjadi satu-satunya tim di dunia ini yang bisa mengalahkan juara dunia Argentina dalam kurun tiga tahun terakhir sejak Juli 2019.

Kalaupun mereka kalah dalam dua pertandingan berikutnya, mereka melaluinya dengan cara yang elegan, bahkan sewaktu menghadapi Polandia mereka adalah tim yang paling menguasai dan paling banyak menciptakan peluang.

Indahnya, mereka melakukannya bersama pemain-pemain yang tak satu pun produk luar Saudi yang seolah ingin memberi pesan kepada dunia bahwa sistem olahraga mereka bisa mencapai level dunia sehingga tak perlu mengimpor talenta dari luar.

Baca juga: Scaloni: kalah dari Arab Saudi jadi titik balik sukses Argentina

Selanjutnya: Palestina

Copyright © ANTARA 2022