Sebagian besar pertumbuhan ekonomi itu di support oleh konsumsi domestiknya. Kita pastikan konsumsi domestik ini yang mengisi adalah UMKM kita ya, produk-produk dari nasional kita
Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai ekonomi Indonesia bisa bertahan dari goncangan akibat perlambatan ekonomi dunia di 2023 dengan mengoptimalkan pasar domestik.

“Sebagian besar pertumbuhan ekonomi itu di support oleh konsumsi domestiknya. Kita pastikan konsumsi domestik ini yang mengisi adalah UMKM kita ya, produk-produk dari nasional kita,” ujarnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Demi mengoptimalkan pasar domestik, Eko menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang tidak menstimulasi peningkatan impor, baik dari sektor otomotif maupun di konstruksi dan sektor pangan.

“Kalau itu terjadi ya rupiah juga akan lebih berat gitu tantangannya dan di sisi lain yang menikmati dari growth pertumbuhan ekonomi kita tahun depan menjadi negara lain,” ujarnya.

Eko menuturkan bahwa ekonomi tahun 2023 memang diperkirakan akan terjadi perlambatan akibat eskalasi geopolitik perang Rusia-Ukraina yang meningkatkan harga energi maupun harga pangan dan kemudian mendorong inflasi.

Sebagai antisipasi atas inflasi global tersebut, bank-bank sentral di hampir sebagian besar di dunia ini menaikkan suku bunga yang berdampak pada perlambatan sektor riil, termasuk di Indonesia.

Meski tidak sampai pada resesi, ia menilai perlambatan ekonomi kemungkinan besar akan terjadi di Indonesia. Sehingga, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 itu sebesar 4,8 persen atau lebih rendah dari capaian tahun ini yang kemungkinan berkisar di 5,1-5,2 persen.

“Rupiah juga kita perkirakan akan melemah yang bahkan mungkin perkiraan kami ini lebih pesimis daripada pemerintah ya. Kita perkirakan rupiah bisa di Rp16.000,” sebutnya.

Tak hanya itu, Indef juga memperkirakan inflasi yang lebih tinggi dari pemerintah yaitu 5,6 persen. Melalui berbagai indikator tersebut, Eko menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah strategis untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain dengan mengoptimalkan pasar domestik, Indef berpendapat pemerintah harus mengoptimalkan anggaran yang produktif, terlebih mengingat anggaran defisit di 2023 harus di bawah 3 persen dari PDB.

“Prinsip efektivitas dan prioritasnya pada kegiatan atau belanja pemerintah yang bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi itu lebih penting dibandingkan dengan belanja-belanja rutin yang mungkin sifatnya tidak terlalu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

Tak hanya itu, Indef juga meminta pemerintah untuk senantiasa memperhatikan sisi moneter dengan menjaga nilai tukar rupiah. Tren kenaikan suku bunga acuan di level global yang dipicu oleh kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan diikuti oleh beberapa bank sentral negara lain akan memicu capital outflow dan akan menggoyang nilai tukar rupiah.

Untuk mengantisipasinya, pemerintah perlu menerapkan berbagai upaya strategis dari sekarang untuk menjaga agar cadangan devisa tidak terlalu turun.

“Dan juga rupiah harus stabil supaya tidak kemudian menimbulkan beban ekonomi yang lebih berat kepada industri, kepada dunia usaha. Kalau tiga strategi itu bisa dilakukan, yakin ekonomi kita bisa bertahan dari goncangan dampak dari perlambatan ekonomi global,” jelas Eko.


Baca juga: CORE prediksi ekonomi 2023 tumbuh hingga 4,5-5 persen
Baca juga: Menperin bidik pertumbuhan industri hingga 5,4 persen pada 2023
Baca juga: IFSOC perkirakan investasi fintech lending tetap positif di 2023


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022