turun menjadi 22,8 persen pada 2021, tapi pada 2022 justru naik
Samarinda (ANTARA) - Prevalensi stunting (bayi dengan ukuran tubuh pendek akibat kurang gizi) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berdasarkan hasil survei status gizi 2022 naik menjadi 23,9 persen, meningkat 1,1 persen ketimbang prevalensi 2021 yang sebesar 22,8 persen.

"Dalam dua tahun sebelumnya prevalensi stunting di Kaltim menurun drastis, pada 2019 sebesar 28,09 persen, turun menjadi 22,8 persen pada 2021, tapi pada 2022 justru naik," ujar Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Kaltim Sunarto di Samarinda, Kamis.

Untuk itu, BKKBN Kaltim bersama pihak terkait di provinsi ini hingga kabupaten/kota harus kerja keras, karena Pemprov Kaltim pada 2024 memiliki target menurunkan stunting menjadi 12,83 persen sekaligus mewujudkan target nasional sebesar 14 persen di tahun yang sama.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang diumumkan pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) di Jakarta  diketahui bahwa prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022, sedangkan untuk Kaltim justru naik.

Baca juga: Pencegahan stunting melalui calon ibu di Kaltim tercapai 104,7 persen
Baca juga: Prevalensi stunting di Kaltim turun 5,29 persen

Menurut dia, stunting terjadi akibat masalah gizi kronis, namun kondisi ini dapat dicegah dengan penanganan tepat dan cepat, karena disadari bahwa intervensi dalam pencegahan stunting lebih efektif ketimbang pengobatan, sehingga pencegahan harus dimulai dari hulu.

Terdapat sebelas intervensi spesifik stunting yang difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yakni skrining atau deteksi anemia, konsumsi tablet tambah darah untuk remaja, pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah bagi ibu hamil.

Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK), pemantauan pertumbuhan balita, pemberian ASi eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI yang kaya protein hewani bagi bayi di bawah dua tahun (baduta).

Kemudian tata laksana bayi di bawah lima tahun (balita) dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi remaja, ibu hamil dan keluarga, termasuk pemicuan bebas buang air besar sembarangan.

Sunarto melanjutkan, BKKBN selaku koordinator percepatan penurunan stunting, akan terus melakukan kolaborasi dalam konvergensi lintas sektor dengan menggandeng semua pemangku kepentingan melalui pendekatan pentahelix agar angka stunting bisa ditekan.

Baca juga: Cegah stunting di Kaltim dengan asupan protein hewani

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023