Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran demam berdarah dengue (DBD) karena terjadi peningkatan jumlah kasus akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti itu sejak awal 2023.

"Sejak awal Januari hingga Februari tercatat sudah ada 43 kasus DBD yang satu pasien di antaranya meninggal dunia," kata Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi Wita Darmawanti di Sukabumi, Jawa Barat, Senin.

Menurut Wita, satu kasus kematian akibat DBD tersebut adalah anak yang tinggal di wilayah Kecamatan Warudoyong. "Meningkatnya kasus DBD sejak awal tahun salah satu faktornya adalah cuaca," katanya.

Sejak pergantian tahun, wilayah Kota Sukabumi hampir setiap hari diguyur hujan sehingga banyak genangan air di sekitar permukiman masyarakat yang menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Aedes aegypti, pembawa DBD.

Baca juga: 134 warga Sukabumi dirawat akibat DBD

Karena itu, untuk mencegah semakin banyaknya warga yang tertular DBD, pihaknya mengajak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan melalui gerakan 1 rumah 1 juru pemantau jentik (jumantik) atau G1R1J.

Kemudian selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selanjutnya melaksanakan aksi pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M, yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat semua tempat penampungan air agar nyamuk tidak bisa masuk.

Selanjutnya, menimbun atau mendaur ulang limbah barang bekas yang sudah tidak terpakai supaya tidak dijadikan tempat berkembangbiak nyamuk.

Selain itu, untuk mencegah dari gigitan nyamuk Aedes aegypti warga bisa mengoleskan cairan anti nyamuk di beberapa bagian tubuh saat beraktivitas di dalam dan luar rumah maupun hendak tidur.

Baca juga: DBD ancam korban bencana alam Sukabumi

Masyarakat juga diminta untuk bisa memahami seseorang yang mengalami gejala umum terserang DBD seperti mengalami sakit kepala, demam, nyeri pada otot, tulang atau sendi serta mual.

Selain itu muntah, sakit di belakang mata, kelenjar bengkak dan ruam serta pada bagian kulit muncul bintik-bintik merah.

Jika ada orang atau keluarga yang mengalami gejala seperti itu untuk segera membawa ke Puskesmas atau rumah sakit agar bisa segera ditanggulangi. "Karena terjadinya kematian pada pasien DBD akibat telat mendapatkan pengobatan dari medis," katanya.

Wita mengatakan, untuk pencegahan yang dilakukan pihaknya adalah mengaktifkan kelompok operasional penanggulangan DBD di berbagai tingkatan mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan hingga kota. Selanjutnya menyebar petugas PSN serta melakukan pengasapan atau "fogging".

Dalam tiga tahun terakhir terhitung sejak 2020 hingga 2022 kasus DBD di Kota Sukabumi terus meningkat. Pada 2020 ada 651 kasus, 2021 tercatat 427 kasus dan 2022 ada1.028 kasus, 13 pasien di antaranya meninggal dunia.
​​​​​​​

Pewarta: Aditia Aulia Rohman
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023