Jakarta (ANTARA) -
Chief Executive Officer (CEO) Badan Wakaf Al Qur’an, Heru Binawan menyatakan titik kritis gerakan Wakaf Al Qur'an ada pada distribusinya ke tempat-tempat yang benar-benar membutuhkan seperti pulau terpencil.
 
"Berdasarkan pengalaman sejumlah gerakan wakaf Al Qur'an, penggalangan dana untuk membeli Al Qur'an tidak menjadi masalah, tetapi justru mendistribusikan ke penerima yang tepat menjadi titik krisisnya," kata Heru pada sebuah Diskusi Soal Gerakan Wakaf Al Qur'an di Jakarta, Jumat.
 
Ia mengungkapkan, masih banyak masjid, mushala dan tempat pendidikan Al Qur'an di pulau-pulau terpencil yang membutuhkan Al Quran karena akses mereka yang jauh dari toko kitab dan bagi mereka Al Qur'an bukan prioritas untuk dibeli saat warga punya kesempatan keluar pulau.
 
Oleh karena itu, ia menyarankan agar lembaga wakaf Al Qur'an yang banyak menggalang dana termasuk melalui media sosial, sudah mempunyai titik distribusi yang spesifik sehingga yang menerima adalah mereka yang benar-benar membutuhkan.
 
"Masih banyak guru-guru ngaji di pelosok yang hanya mempunyai beberapa saja kitab Al Quran sementara muridnya banyak, jadi murid harus bergantian membacanya," katanya pada sebuah Diskusi yang digagas Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) di Hotel Balairung Jakarta.
 
Ia mengaku beberapa lembaga akhirnya menitipkan distribusi kepada Badan Wakaf Al Qur’an yang menjangkau tempat-tempat terpencil.
 
Terkait jumlah pencetakan Al Qur'an dan kebutuhan bagi umat Muslim, ia mengatakan pada tahun 2001, Kemenag merilis bahwa setiap tahun kekurangan 5 juta Al Qur'an, sementara pencetakan Al Qur'an di Indonesia hanya tercatat 300.000 per tahun.
 
"Sehingga setiap tahun selalu kekurangan, dan inilah perlunya terus mengupayakan gerakan wakaf Al Qur'an ini khususnya ke sasaran yang memang membutuhkan," katanya.
 
Ia mengungkap, BWA sejak berdiri tahun 2005 sudah mendistribusikan sekitar 1,8 juta Al Qur'an, sementara yang sudah terhimpun ada 2 juta Al Quran.
 
Selain program wakaf Al Qur'an, BWA juga mempunyai program Tebar Cahaya Indonesia Terang untuk memberikan bantuan pembangkit listrik ke daerah terpencil, dan gerakan wakaf sarana air bersih.
 
Ia mengungkap, semula program Tebar Cahaya Indonesia Terang menggunakan tenaga mikrohidro tetapi titik pulang pokok proyek itu lebih dari 30 tahun dan peralatannya tidak bisa dibeli dengan cara dicicil.
 
"Sekarang ada peralatan pembangkit tenaga surya yang pembeliannya bisa dicicil sehingga proyek bisa berjalan karena masyarakat juga mau untuk membayar untuk listrik yang terpakai," katanya.
 
Ia mengatakan, tahun ini proyek pembangkit listrik tenaga surya itu akan dibangun di tiga pulau terpencil yaitu di Pulau Karimata, Pulau Enggano dan Pulau Madu.

Baca juga: Klinik apung Kimia Farma-BWA diluncurkan bantu warga daerah terpencil

Baca juga: BWA distribusikan 50 ribu Al Quran wakaf ke Banggai dan Taliabu

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023