Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggencarkan edukasi bahaya lahirnya bayi prematur melalui salah satu program unggulannya yakni Kelas Orang Tua Hebat.

“Yang terpenting bagi orang tua adalah mencegah terjadinya kelahiran bayi prematur dan bayi lahir dalam berat rendah yang berisiko mengalami gangguan perkembangan anak,” kata Dokter Spesialis Anak Konsultan RSIA Kusuma Pradja Semarang, Jawa Tengah Fitri Hartanto di Jakarta, Rabu.

Sebagai salah satu pembicara dalam kelas itu, Fitri menuturkan bayi prematur sangat berisiko dan rentan terjadinya henti nafas dan berpotensi infeksi. Semakin berat henti nafas dan infeksi, maka akan semakin berisiko anak mengalami kerusakan otak.

Selain itu, bayi yang lahir dalam kondisi prematur bisa mengalami berbagai keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan bayi yang usianya cukup bulan. Jaringan otaknya pun masih sangat rentan atau rapuh.

Baca juga: Bayi lahir prematur berisiko kena diabetes

Baca juga: BKKBN: Bayi prematur dan berat rendah berisiko tinggi terkena stunting


Biasanya, orang tua dari bayi prematur memiliki rasa kekhawatiran berlebih terhadap pertumbuhan anak. Sehingga berpengaruh pada pola asuh yang lebih permisif dan protektif kepada anak

Sedangkan untuk memberikan optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak pada bayi prematur, orang tua diharapkan mampu memberikan stimulasi positif dan faktor protektif kepada bayi prematur agar anak dapat berkembang secara optimal.

Dengan risiko besar itu, dirinya meminta agar tiap orang tua mencegah terjadinya kelahiran bayi prematur dan bayi lahir dalam berat rendah (BBLR). Langkah yang harus dilakukan adalah memenuhi kebutuhan dasar sejak bayi ini ada dalam kandungan.

Orang tua juga diimbau untuk memenuhi kebutuhan kasih sayang melalui prinsip asah, asih dan asuh hingga memberikan pelayanan-pelayanan kesehatan.

“Stimulasi akan terbukti dapat menghasilkan perubahan fisiologis yang menguntungkan bayi prematur, yang mempengaruhi pertumbuhan secara optimal dengan berat badan yang tumbuh normal, perkembangan yang optimal dan tidak akan terjadi stunting. Semua itu tergantung pada bagaimana orang tua memberikan pola asuh pada bayinya,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti menyatakan dalam hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, angka stunting terpantau turun dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen.

Meski demikian, percepatan penurunan stunting terus dilaksanakan secara paripurna, komprehensif, terpadu dan bersifat multi sektoral. Pendampingan intensif dilakukan terhadap keluarga berisiko stunting dengan fokus calon pengantin, ibu hamil dan menyusui serta anak usia 0-59 bulan.

Salah satunya melalui pengadaan Kelas Orang Tua Hebat, guna meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan pengelola program, orang tua dan keluarga dalam mengasuh bayi prematur dan panjang bayi lahir rendah yang dapat berisiko sebagai faktor penyebab stunting dimana salah satunya adalah bayi lahir prematur.

“Bayi yang lahir prematur berpotensi menjadi stunting jika dalam perkembangan pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tidak diberikan treatment yang tepat. Oleh karena itu pentingnya bagi kader menginformasikan bagaimana strategi atau teknik dalam pengasuhan pada 1.000 HPK khususnya untuk bayi yang lahir prematur dan mengalami panjang bayi lahir rendah,” katanya.*

Baca juga: Dokter sarankan skrining ROP untuk deteksi kelainan mata bayi prematur

Baca juga: Dokter: Bayi prematur tetap bisa tumbuh dengan baik


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023