Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan bahwa adanya migrasi yang dilakukan unggas pada satu waktu tertentu hingga feses yang menempel di suatu permukaan benda dapat memicu potensi penularan flu burung.

“Belum ada bukti bahwa penularan flu burung terjadi dari manusia ke manusia, belum ada. Jadi kalau melihat hal ini, sebetulnya ini kondisinya masih aman,” kata Ketua Satgas COVID-19 PB IDI Erlina Burhan dalam Temu Media: Pembelajaran 3 Tahun Pandemi di Jakarta, Kamis.

Erlina menuturkan bahwa sampai dengan hari ini, penularan flu burung masih ditemukan terjadi karena adanya kontak manusia dengan unggas yang sakit atau mati akibat virus H5N1. Meski sempat ditemukan kasus penularan dari unggas ke manusia pada tahun 2005, selama tiga tahun dilanda flu burung, kasusnya di Indonesia hanya mencapai 50 hingga 60 kasus.

Erlina mengatakan penularan antarmanusia belum ditemukan, sehingga sangat penting untuk memperhatikan kesehatan unggas, seperti migrasinya.

Baca juga: Dokter: Masyarakat perlu waspada flu burung, namun jangan panik

Pada satu waktu tertentu, unggas bisa melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain. Terdapat kemungkinan jika unggas akan berhenti di satu titik untuk singgah, dan menularkan virus kepada unggas yang hidup di tempat tersebut.

Siklus tersebut kemudian membuat penularan semakin meluas di tempat lainnya. Selain migrasi, flu burung juga bisa menular bila unggas yang sakit tidak sengaja menempelkan fesesnya pada suatu permukaan benda atau telur tertentu.

“Biasanya virus itu ada di fesesnya atau di tubuhnya bagian yang ada sekret (tinja)-nya, maka kita, terutama para peternak harus pakai masker dan sarung tangan (ketika kontak dengan unggas),” katanya.

Baca juga: Pakar: Virus flu burung dapat dikendalikan dengan pemanasan

Oleh karena itu, ketika masyarakat ingin mengkonsumsi unggas diharapkan bisa membersihkannya terlebih dahulu supaya tidak ada bagian feses atau virus yang menempel. Bersihkan permukaan telur jika melihat ada feses yang menempel sebelum dimasukkan ke dalam kulkas.

"Jika ingin mengolahnya, pastikan daging unggas dipotong di tempat yang bersih dan menggunakan sarung tangan. Sementara bila ingin dimakan, harus dimasak dalam suhu sekitar 59 hingga 60 derajat Celcius agar virus di dalamnya mati," katanya.

Bagi masyarakat yang merawat unggas baik berupa ayam maupun bebek di perkarangan rumah, Erlina menyarankan supaya peternak memakai masker dan menggunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak. Termasuk rajin mencuci tangan ketika selesai bekerja.

Baca juga: Kemenkes siagakan 195 RS rujukan hadapi flu burung mewabah

Dengan penularan antarmanusia yang masih belum ditemukan, dalam kesempatan itu Erlina meminta setiap pihak untuk tidak panik atau membesar-besarkan masalah flu burung. Menurut dia, potensi flu burung untuk menjadi pandemi masih kecil karena penularan tidak dilakukan melalui droplets seperti COVID-19.

“Saya kira untuk potensi menjadi wabahnya kecil, karena kita sekarang lebih berkolaborasi. Dengan kasus yang ditemukan di Kalimantan saja, itu semua pihak sudah bergerak semua untuk mengatasinya. Jadi, jangan terlalu di besar-besarkan. Ingat kita lagi fokus stunting, jangan sampai anak tidak makan ayam. Masih bisa dikonsumsi asal dimasak sampai matang,” ucapnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023