tutupan hutan berubah belukar 42,1 persen, tubuh air kurang lebih 0,1 persen, perkebunan sekitar 11,2 persen, permukiman sekitar 0,1 persen dan dan sawah sekitar 0,6 persen
Palangka Raya (ANTARA) -
Kolaborasi mahasiswa dan dosen pada Program Studi Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian dan Kehutanan (Fapertahut) Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) melakukan penelitian terkait perubahan penutupan hutan di Kabupaten Katingan.

"Tim fakultas Kehutanan melakukan penelitian pengukuran perubahan penutupan hutan di Kabupaten Katingan. Dasarnya yakni pada beberapa tahun terakhir telah terjadi banjir akibat luapan dari sungai Samba dan sungai Katingan," kata anggota tim peneliti Beni Iskandar di Palangka Raya, Selasa.

Beni mengatakan, metode pada penelitian itu berbasis spasial dengan melakukan tumpang susun penutupan hutan pada 2015 dan penutupan hutan pada 2021.

"Pada penelitian ini, kami melakukan analisis matrik perubahan penutupan hutan," katanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tutupan hutan telah berubah menjadi lahan terbuka kurang lebih 9,4 persen, menjadi lahan pertanian sekitar 36,5 persen.

"Kemudian berupa semak atau belukar sekitar 42,1 persen, tubuh air kurang lebih 0,1 persen, perkebunan sekitar 11,2 persen, permukiman sekitar 0,1 persen dan dan sawah sekitar 0,6 persen," katanya.

Dia menambahkan, pada penelitian itu, pihaknya juga mengukur pemusatan perubahan penutupan hutan berdasarkan administrasi kecamatan di Kabupaten Katingan.

Hasilnya menunjukkan bahwa Kecamatan Pulau Malan dengan nilai 'location quotient' LQ sekitar 2,5. Artinya aktivitas perubahan tutupan hutan sangat tinggi di kecamatan ini pada periode 2015-2021.

"Hasil penelitian ini menunjukkan tutupan hutan paling tinggi berubah menjadi semak atau belukar sekitar 42,1 persen. Artinya terdapat lahan yang tidak produktif," katanya.

Dengan demikian, pemerintah dapat mengoptimalkan keterlanjuran ini dengan menyusun beberapa program seperti rehabilitasi hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat.

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

"Masyarakat harus dilibatkan dalam program ini, karena masyarakatlah yang paling dekat dengan hutan dan merasakan manfaat hutan baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial," katanya.

Selain itu juga, dalam rangka menjaga tutupan hutan dan memberikan akses kepada masyarakat untuk pengelolaan hutan terdapat program pemerintah pusat (KLHK) yang disebut Perhutanan Sosial (PS) yang terdiri lima skema.
"Skema itu adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), Kemitraan Kehutanan(KK) yang salah satunya dapat diterapkan dan dilaksanakan di Kabupaten Katingan," kata Beni.
 
Sementara itu, pada penelitian tersebut, Beni turut didukung Dr Fathul Zannah selaku dosen, serta dua mahasiswa fakultas Kehutanan, M Eris Alfa Risk dan Kholifatun Khasanah. Penelitian ini didanai oleh Hibah RisetMu Muhammadiyah Batch VI tahun 2022/2023.
Baca juga: Pemprov Kalimantan Tengah harapkan dukungan pusat cegah karhutla
Baca juga: Hutan rakyat rotan di Kalteng raih sertifikasi ekolabel FSC kedua kali
Baca juga: Wagub Kalteng: Program TORA tingkatkan kesejahtaraan masyarakat

Pewarta: Rendhik Andika
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023