Tapi saya sudah merasakannya, tidak ada keribetan seperti yang orang-orang bilang di luar sana
Jakarta (ANTARA) - Seorang peserta mandiri layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jember, Jawa Timur, Nur Enifah (47), menjalani operasi pengangkatan batu empedu tanpa mengalami kerumitan birokrasi pelayanan.

"Saya dan anggota keluarga terdaftar dengan iuran kelas 3 peserta JKN sejak tahun 2015. Saya ingin terlindung apabila nanti saya atau keluarga sakit," kata Nur Enifah dalam siaran pers BPJS Kesehatan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Nur adalah salah satu peserta JKN dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau biasa disebut sebagai peserta mandiri yang telah merasakan kepastian memiliki jaminan kesehatan melalui Program JKN.

Sebagai peserta JKN, ia disiplin melaporkan perubahan data susunan keluarga agar iuran yang dibayarkan sesuai dengan jumlah anggota keluarga terbaru.

“Sejak 2015 hingga saat ini, saya hanya dua kali berkunjung ke BPJS Kesehatan Jember. Kedatangan pertama saat mendaftar pertama kali itu tahun 2015, kemudian kedua kalinya saat pelaporan meninggal dunia ibu saya,” katanya.

Baca juga: Dirut BPJS: Ekosistem JKN-KIS yang kuat dan andal telah terbangun

Nur yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sempat merasa ragu untuk melaporkan perubahan susunan keluarganya ke BPJS Kesehatan, karena khawatir dipusingkan dengan alur birokrasi layanan perubahan data peserta.

“Tadinya saya ragu dan takut, kalau-kalau saya tidak dilayani dengan baik oleh petugas. Tapi nyatanya hal itu tidak terjadi, saya datang ke BPJS Kesehatan Jember membawa kartu JKN surat kematian almarhumah ibu saya, kemudian langsung bilang ke satpam, dicek, diberikan nomor antrean, diproses oleh petugasnya dan selesai sudah,” katanya.

Ia mengatakan pelaporan perubahan administrasi di BPJS Kesehatan tidaklah se-repot yang masyarakat bayangkan. “Maklumlah, namanya juga masyarakat kan macam-macam, ada yang gampang percaya ada yang kritis mencari tahu kebenarannya. Tapi saya sudah merasakannya, tidak ada keribetan seperti yang orang-orang bilang di luar sana,” katanya.

Selain menceritakan pengalamannya mengurus pelaporan kematian orang tuanya, ibu dari dua anak ini membagikan kisahnya bagaimana ia terbantu melalui Program JKN untuk terbebas dari penyakit batu empedu yang diderita tanpa biaya tambahan sepeserpun.

“Saya itu tidak pernah sakit berat selama ini, tapi sekalinya sakit, langsung kena batu empedu. Gejalanya itu saya susah makan, tidak nafsu makan, lama kelamaan kok sakit di bagian tengah perut," katanya.

Baca juga: BPJS Kesehatan ajak pemda pertahankan predikat UHC

Gejala itu mendorong keputusan Nur untuk mengakses layanan UGD RS Citra Husada Jember untuk dirawat inap selama tiga hari.

Selama dirawat, Nur mengaku tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN dengan hak kelas rawat kelas 3. Bahkan Ia kaget dengan kesigapan tenaga medis yang memberi perhatian penuh pada pemulihan kesehatan Nur.

“Sampai hari ketiga itu keadaan saya memang sudah membaik dari sebelumnya. Tapi dokter yang memeriksa saya itu melihat warna kulit saya menjadi kuning, kemudian disarankan untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan ternyata saya didiagnosa batu empedu. Kemudian saya dirujuk ke Rumah Sakit Baladhika Husada Jember,” katanya.

Nur pun menjalani proses pengangkatan batu empedu pada Februari 2023. Biaya rawat inap saat itu termasuk dokter dan obat, ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

“Kalau tidak terdaftar sebagai peserta JKN, entah berapa banyak biaya yang harus saya keluarkan. Hikmah dari sakit yang saya alami ini memacu saya untuk rutin membayar iuran JKN, karena kita tidak akan pernah tahu kapan sakit menimpa kita,” katanya.

Baca juga: Pemerintah gencarkan Gerakan Pesiar guna tingkatkan kepesertaan JKN

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023