Surabaya (ANTARA) - Komisi D Bidang Kesehatan DPRD Surabaya meminta dinas kesehatan setempat untuk serius menangani penyakit tuberculosis (TBC) menyusul Kota Pahlawan disebut jadi penyumbang jumlah penyakit TBC terbanyak di Jawa Timur.

"Kegiatan skrining dan pengobatan TBC harus terus dilakukan secara optimal, untuk menemukan suspek dan kasus TBC secara dini, sehingga risiko penularan di masyarakat dapat dikendalikan," ujar Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah di Surabaya, Senin.

Menurut dia, berdasarkan data perkembangan kasus TBC di Kota Surabaya yang didapatkannya, pada 2022 lalu, target temuannya sebanyak 11.209 kasus. Sedangkan capaian kasus TBC ditemukan dan diobati sebanyak 8.218 kasus atau 73,31 persen.

Sementara pada 2023 ini, target penemuan kasusnya sebanyak 11.863. Hingga 20 Maret 2023, capaian kasus TBC yang ditemukan dan diobati sudah mencapai 1.691 kasus atau 14,25 persen.

Baca juga: Eliminasi kasus TBC di Surabaya melebihi target penapisan nasional

Baca juga: Dinkes Surabaya didorong maksimalkan penanganan TBC


TBC ini, kata Khusnul, mudah menular. Penularan penyakit ini bisa terjadi melalui droplet, yakni percikan lendir yang keluar dari saluran pernapasan seperti saat batuk, bersin, atau bahkan meludah di dekat orang lain.

Jika TBC ini menular pada anak, lanjutnya, dampaknya sangat berbahaya. Gejala penyakit ini di antaranya nafsu makan menurun, berat badan anak sulit naik, kelenjar getah bening di sekitar leher dan ketiaknya membengkak, sering demam atau batuk terus-menerus lebih dari tiga minggu dan tidak sembuh setelah diobati.

"Anak merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan tertular TBC, mengingat daya tahan tubuhnya masih sangat minim. Jika masyarakat mendapati anaknya, tetangganya atau keluarganya yang ada gejala TBC agar segera dibawa ke puskesmas, untuk mendapat pengobatan secepatnya," ucapnya.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Surabaya Sri Setyani sebelumnya mengatakan, pihaknya terus berupaya mencari atau melakukan penapisan pada kasus dugaan TBC.

Setelah melakukan penapisan, kata dia, para pasien yang kedapatan positif TBC akan dilakukan pengobatan secara rutin. Hasilnya, sebanyak 91,01 persen pada kasus TBC telah dinyatakan sembuh (treatment success rate TBC).

"Artinya, TBC bukanlah penyakit keturunan, melainkan penyakit menular yang bisa sembuh. Kami berusaha mencari, sehingga mengurangi orang yang mungkin sudah terjangkit TBC," ujar dia.

Baca juga: Gubernur Jatim nyatakan komitmen dukung program eliminasi TBC 2030

Baca juga: Gubernur Jatim bertekad putus penularan untuk capai eliminasi TBC 2030

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023