Jakarta (ANTARA) - Perusahaan modal ventura di kawasan Asia Tenggara AC Ventures (ACV) bersama dengan perusahaan konsultan manajamen global, Boston Consulting Group (BCG) merilis laporan komprehensif mengenai sektor fintech yang berkembang pesat di Indonesia.

Laporan berjudul "Indonesia's Fintech Industry is A Sleeping Giant Ready to Rise" ini memetakan kemajuan teknologi keuangan di Indonesia melalui beberapa subvertikal, di mulai dari awal kemunculan startup fintech dan ekonomi digital lokal pada 2011 hingga 2022.

Laporan tersebut menyoroti dan membahas mengenai perkembangan segmen pembayaran (payments), pinjaman (lending), dan wealthtech sebagai kekuatan utama dalam ekosistem fintech yang terlihat di Indonesia saat ini.

Laporan itu juga menunjukkan dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan 6 kali lipat jumlah pemain fintech, dari 51 pada 2011 menjadi 334 pada 2022.

Pada awalnya, pertumbuhan sektor fintech didorong oleh segmen pembayaran. Namun, saat ini lanskap fintech di Indonesia sudah semakin beragam dan dinamis, di mana sektor pinjaman, pembayaran, dan wealthtech menjadi industri masa depan yang menjanjikan.

Selain itu, segmen baru di sektor fintech, seperti software as a service (SaaS) dan insurtech yang kian bermunculan menunjukkan bahwa fintech di Indonesia semakin matang dan bergerak menuju produk dan layanan yang lebih canggih.

Penawaran Fintech juga mengalami lonjakan keterlibatan pelanggan (customer engagement) di Indonesia. Segmen pembayaran, yang memiliki lebih dari 60 juta pengguna aktif pada 2020 diperkirakan akan memiliki tingkat CAGR sebesar 26 persen  hingga 2025. Compounded annual growth rate (CAGR) adalah tingkat pertumbuhan per tahun selama rentang periode waktu tertentu.

Di ruang pemberian pinjaman, terdapat lebih dari 30 juta akun peminjam peer-to-peer yang aktif pada 2021.

Sementara itu, segmen wealthtech memiliki lebih dari 9 juta investor ritel pada 2022. Adopsi platform SaaS juga semakin meningkat, dengan 6 juta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini menggunakannya, yang mewakili ekspansi 26 kali lipat selama tiga tahun sebelumnya.

Tren investasi juga mencerminkan diversifikasi pasar fintech di Indonesia, di mana segmen pemberian pinjaman dan pembayaran tidak lagi menjadi area utama yang diminati.

Meskipun kedua segmen tersebut tetap penting, namun terdapat peningkatan investasi pada wealthtech, insurtech, dan fintech SaaS.

Pemain baru

Pasar fintech yang berkembang dengan pesat terlihat dari kehadiran para pemain baru yang bermunculan, bersama dengan perkembangan pemain terdahulu yang semakin mapan.

Ekuitas dalam pasar ini ditentukan berdasarkan tingkat kematangan operator atau vertikal. Kesepakatan pendanaan tahap awal (early-stage funding) menerima lebih dari 80% dari total modal yang diinvestasikan.

Pendanaan dari tahun 2020 hingga 2022 mencapai US$5,4 miliar atau 2,7 kali lebih banyak dari periode 2017 hingga 2019. Pertumbuhan dan monetisasi adalah fokus utama dalam putaran pendanaan seri D+.

Mengingat iklim ekonomi saat ini, laporan itu menyebutkan bahwa investor kini mencari jalur yang jelas menuju profitabilitas sebelum mencapai seri D. Lebih dari 80 persen kesepakatan pendanaan di sektor fintech yang terjadi sejak 2020 hingga 2022 terjadi pada tahap pendanaan awal sebelum mencapai seri C.

Hal ini menunjukkan dukungan yang kuat untuk inovasi awal. Kecenderungan ini kemungkinan akan terus mendorong inovasi dan mendisrupsi lanskap layanan keuangan yang ada.

"Saya senang dapat mengatakan bahwa AC Ventures merupakan salah satu investor paling aktif di industri fintech Indonesia yang sedang berkembang pesat, dan menawarkan prospek pertumbuhan yang besar," kata Adrian Li, Founder dan Managing Partner AC Ventures.

Peningkatan eksponensial jumlah pemain fintech dikatakan Adrian mampu meningkatkan keterlibatan pelanggan, dan pendanaan ekuitas yang meningkat semuanya merupakan indikasi potensi sektor yang besar.

"Strategi investasi kami sejalan dengan perusahaan yang paling berdampak dan inovatif dalam ruang ini. Laporan fintech ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami di AC Ventures untuk terus mendukung dan berinvestasi di sektor fintech lokal yang berkembang pesat guna mendukung terwujudnya ekosistem keuangan yang inklusif di Indonesia," kata Adrian.

"Seperti yang ditunjukkan oleh analisis komprehensif kami, industri fintech di Indonesia sedang booming, dan menunjukkan potensi pertumbuhan yang luar biasa dari ekonomi digital negara ini," ucap Sumit Kumar, Managing Director & Partner di Boston Consulting Group menambahkan.

Sumit menyebutkan bahwa ini adalah waktu yang menarik untuk inovasi yang dipimpin oleh kebutuhan pelanggan, kolaborasi antara pemain fintech dan lembaga keuangan tradisional, badan regulasi, dan visi regulasi.

"Kami berharap, wawasan kami akan membekali pemain industri dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai ekosistem fintech, menempatkan mereka dalam posisi yang lebih kuat untuk merebut peluang baru dan memperoleh keunggulan kompetitif," kata Sumit.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa peran fintech kian besar dalam sistem keuangan dan tentunya berpotensi meningkatkan efisiensi dan keuangan inklusif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengubah lanskap sistem keuangan.

Peran fintech pun kini semakin dibutuhkan bagi pelaku UMKM yang kesulitan mendapatkan akses pembiayaan ke perbankan atau unbankable. Layanan pembiayaan fintech dinilai lebih efisien dibandingkan perbankan.

Tapi penting bagi masyarakat untuk memahami literasi digital dan literasi keuangan yang aman, agar tidak terjerumus ke dalam jebakan fintech ilegal hingga pishing (pengelabuan) yang merugikan.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023