Singapura (ANTARA) - Harga minyak relatif stabil di perdagangan Asia pada Senin sore, karena investor mempertimbangkan prospek pengetatan pasokan dari produsen OPEC+ mulai Mei terhadap kekhawatiran tentang melemahnya pertumbuhan global yang dapat mengurangi permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent turun tipis 7 sen menjadi diperdagangkan di 85,05 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menyusut 3 sen menjadi diperdagangkan di 80,67 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan naik untuk minggu ketiga berturut-turut pekan lalu, kembali ke level yang terakhir terlihat pada November, setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya mengejutkan investor dengan mengumumkan lebih banyak pengurangan produksi yang akan dimulai pada Mei.

Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ itu akan memotong sebagian besar pasokan minyak mentah dari produsen Timur Tengah yang dipimpin oleh Arab Saudi.

Menyusul pengumuman tersebut, eksportir minyak utama dunia Arab Saudi menaikkan harga minyak mentah Mei untuk pelanggan jangka panjang di Asia dan Amerika Serikat. Raksasa minyak negara Saudi Aramco juga telah memberi tahu beberapa pelanggan Asia bahwa mereka akan menerima volume kontrak penuh pada Mei meskipun ada pengurangan produksi.

"Mereka yang bearish mempertanyakan prospek permintaan sehubungan dengan pemotongan, sementara jelas mereka yang bullish sekarang bahkan melihat pasar yang lebih ketat selama paruh kedua," kata kepala riset komoditas ING, Warren Patterson.

"Saya berada di kubu terakhir dan masih melihat harga bergerak lebih tinggi dari sini saat kita melewati tahun ini."

Secara terpisah, investor mengamati kemajuan pembicaraan antara Irak dan Kurdistan untuk memulai kembali ekspor minyak utara yang dapat membawa minyak mentah lebih asam ke pasar global.

Lebih lanjut mendukung harga, jumlah rig minyak AS turun dua menjadi 590 minggu lalu, sementara rig gas turun dua menjadi 158, menurut laporan Baker Hughes Co pada Kamis (6/4/2023), tanda bahwa produksi AS tidak akan meningkat dalam waktu dekat.

Di pasar keuangan global, laporan inflasi AS yang diawasi ketat yang akan dirilis minggu ini dapat membantu investor mengukur lintasan jangka pendek untuk suku bunga.

Terlepas dari ekspektasi bahwa Federal Reserve dapat memperlambat kenaikan suku bunganya karena krisis perbankan baru-baru ini, biaya pinjaman masih dapat naik jika inflasi tetap kuat, kata para analis.

"Data AS minggu ini bisa menjadi hambatan pada sentimen jika angka yang kuat memperkuat ekspektasi Fed melanjutkan jalur pengetatannya, sementara angka yang lemah menunjukkan kesulitan ekonomi, yang berarti penghindaran risiko meningkat," kata Vandana Hari, pendiri penyedia analisis pasar minyak Vanda Insights.

Kenaikan suku bunga yang tajam telah mendorong greenback lebih kuat, membuat komoditas-komoditas berdenominasi dolar seperti minyak lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lainnya.

Baca juga: Minyak naik di awal sesi Asia didorong prospek pasokan lebih ketat
Baca juga: Iran sebut kurangi pengaruh dolar AS akan minimalkan dominasi Barat
Baca juga: Yen jatuh setelah data pekerjaan AS dukung kenaikan suku bunga Fed

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023