Sekaligus jawaban atas sorotan dan kritik tajam LSM internasional terhadap isu pembalakan liar dan pengelolaan hutan lestari di Indonesia sebagai paru-paru dunia."
Bogor (ANTARA News) - Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dikembangkan lembaga multipihak, adalah wujud tekad industri kayu di Indonesia tanpa "kayu haram", kata pegiat LSM Indonesia Rini Trinirmalaningrum.

"Sekaligus jawaban atas sorotan dan kritik tajam LSM internasional terhadap isu pembalakan liar dan pengelolaan hutan lestari di Indonesia sebagai paru-paru dunia," kata Direktur Perkumpulan Skala di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Terkait dengan itu, pihaknya bekerja sama dengan beberapa pihak mengadakan diskusi publik bertema "Diskusi Akhir Tahun, Perkembangan dan Tantangan SVLK sebagai Suatu Sistem untuk Mengatasi Illegal Logging dan Menumbuhkan Industri Kayu Indonesia di Pasar Global Menuju Pemberlakuan Kewajiban bagi Industri Kayu pada Januari 2013" di Kampus IPB Dragama.

Diskusi yang diselenggarakan pada pukul 09.00 - 13.00 WIB di Auditorium Andi Hakim Nasution itu, mengundang sejumlah pakar kehutanan, seperti Dekan Fahutan IPB Prof Bambang Hero Saharjo, Dr Herry Purnomo, Ir Bambang Hendroyono, Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto, dengan pembicara kunci Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto.

Trinirmalaningrum menjelaskan, Indonesia menjawab sorotan dan kritik atas isu pembakalan liar dan pengelolaan hutan lestasi itu dengan mengembangkan penataan sistem legalitas kayu (SVLK), atau yang secara internasional dikenal dengan "Timber Legality Assurance System" (TLAS).

Ia mengemukakan bahwa pada Januari 2013, SVLK akan ditetapkan oleh pemerintah sebagai "mandatory" atau kewajiban yang harus dimiliki oleh kalangan industri kayu Indonesia.

Sementara, kata dia, hasil lobi internasional hampir menghasilkan kesepakatan pengakuan SVLK ini sebagai dokumen yang kredibel dan dapat diberlakukan oleh importer kayu dan produk kayu di Uni Eropa secara sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA).

"Yang tentunya akan mempersempit gerak produk kayu ilegal di pasar Uni Eropa," katanya.

Menurut dia, sistem ini bukan hanya sekadar menjawab tantangan dari negara Eropa, karena pasar di Eropa sangat kecil, tetapi nantinya dapat menjawab tantangan dari negara lain, seperti Australia, Jepang, dan lainnya, yang akan segera memberlakukan UU sertifikasi legal kayu.

Hingga kurun akhir 2012, kata dia, SVLK menunjukkan perkembangan-perkembangan yang semakin signifikan, di samping munculnya tantangan-tantangan.

Salah satunya, menurut dia, adalah masih terdapatnya beberapa silang pendapat menjelang diberlakukannya SVLK oleh pemerintah sebagai kewajiban bagi industri kayu Indonesia pada Januari 2013.

"Dengan diskusi publik ini, kita harapkan akan terurai solusi-solusi yang dapat menguntungkan semua pihak," demikian Trinirmalaningrum. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012