Manokwari (ANTARA) - Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat bersama Universitas Papua sementara melakukan kajian akademik tentang penerbitan izin pemungutan hasil hutan kayu (IPHHK) bagi masyarakat di provinsi setempat.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat Jimmy E Susanto di Manokwari, Selasa, mengatakan kajian akademis pemanfaatan hak atas tanah sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Izin akan dikeluarkan terbatas hanya pada areal penggunaan (APL) yang masih hutan," kata dia.

Menurut dia, setelah kajian akademik rampung, pemerintah provinsi akan mensosialisasikan kepada seluruh komponen masyarakat, kepolisian, dan lembaga teknis lainnya di tujuh kabupaten.

Tujuh kabupaten dimaksud yaitu Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.

"Semoga bulan depan (April 2024) kajian akademik sudah selesai, supaya kami sosialisasikan cara memperoleh izin," ucap Jimmy.

Dia menuturkan penerbitan IPHHK berdampak signifikan terhadap pendapatan asli daerah dari sektor kehutanan seperti tahun 2020 yang mencapai Rp4 miliar.

Namun, semenjak tahun 2021 hingga saat ini pemerintah provinsi tidak lagi menerbitkan IPHHK dengan maksud untuk mengoptimalkan pemanfaatan perhutanan sosial.

"Tetapi kayu-kayu ilegal masih beredar, makanya kami kaji ulang supaya bisa terbitkan IPHHK mulai tahun ini," ucap dia.

Jimmy menegaskan bahwa kayu hasil pembalakan liar yang disita tidak dapat diperjualbelikan, namun harus dikembalikan kepada masyarakat adat setempat untuk kepentingan pembangunan daerah.

Hal itu sesuai dengan surat edaran dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.408/Menlhk/Setjen/GKM.2/12/2018 tentang Penghapusan Status Kayu Non Police Line (NPL).

"Tapi masih ada oknum yang jual kayu-kayu itu keluar dari Papua Barat. Langkah antisipasinya, kami akan terbitkan IPHHK," jelas Jimmy.
Baca juga: Papua Barat gandeng Unipa susun dokumen pengelolaan hutan sosial
Baca juga: Papua Barat terima SK Perhutanan Sosial 24.812 hektare
Baca juga: Papua Barat kaji pembayaran kompensasi karbon bagi masyarakat adat 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024