... Dia mengikuti jejak dari banyak pendahulu Asianya, yang belum tentu mendukung hak-hak perempuan atau kesetaraan... "
Seoul (ANTARA News) - Daftar perempuan pemimpin di Asia bertambah setelah Park Geun-hye terpilih menjadi presiden baru Korea Selatan, negara yang pernah mengalami pemerintahan diktator militer. Geun-hye (untuk membedakan dengan ayahnya, Park Chung-hee, dan banyak nama orang bermarga Park di Korea), meraih kursi kepresidenan itu melalui berbagai tingkat.

Rabu lalu menjadi hari bersejarah bagi Korea Selatan, setelah rakyatnya menentukan pilihan kepada Geun-hye (60); di negara yang dominasi kaum prianya sangat kental. Yang menarik, dia putri dari penguasa otokrat-militer Park Chung-hee, dan satu partai dengan presiden sekarang, Lee Myung-bak. 

Walau dia melangkah tapak demi tapak di kancah politik Korea Selatan, namun Geun-hye masih ada di bawah bayang-bayang nama sang ayah. Geun-hye memenangi kursi majelis nasional pada 1988, Park, sementara ayahnya berkuasa dari 1961 sampai 1979.

Geun-hye tidak sendirian. Ada Aung San Suu-kyi yang mewarisi nama besar sang bapak, Aung San di Birma (kemudian Myanmar), Indira Gandhi (Jawaharlal Nehru-India), Benazir Bhutto (Zulfikar Ali Bhutto-Pakistan), Megawati Soekarnoputri (Soekarno-Indonesia), Corazon Aquino (Benigno Aquino-Filipina/suami), hingga Perdana Menteri Thailand saat ini, Yingluck Shinawatra (Thaksin Shinawatra-abang kandung).

Menurut mantan Presiden Asia Society, Vishakha N Desai, seperti halnya Geun-hye, pencapaian mereka pada jabatan tinggi sering dilihat sebagai tanda pemberdayaan perempuan di sebagian besar Asia yang didominasi politik laki-laki, tetapi kenyataannya jauh lebih kompleks.

"Ini adil untuk mengatakan, dalam kelompok masyarakat Asia, yang bersifat hirarkis oleh alam, hubungan keluar yang benar-benar kuat dapat mengalahkan kendala gender," tulis Desai dalam artikel situs online masyarakat.

Yingluck, berusia 45 tahun dan terpilih pada 2011 sebagai perempuan perdana menteri pertama dan termuda di Thailand selama lebih dari enam dekade, dipandang kritikus sebagai boneka Thaksin. Bahkan Thaksin pernah mengungkap bahwa Yingluck adalah kloningan dirinya!

Aquino, yang menyatakan dirinya sebagai ibu rumah tangga biasa, muncul sebagai kekuatan politik setelah pembunuhan pada 1983 dari suaminya sekaligus anggota parlemen Benigno Aquino Jr dan menjadi presiden pertama perempuan tiga tahun kemudian.

Megawati Soekarnoputri, meraih simpati luar biasa dari publik Indonesia seiring kejatuhan Soeharto. Massa "rindu" pada kehadiran pemimpin alternatif di luar sistem saat itu walau "kerinduan" itu berubah menjadi berbeda juga di kemudian hari. Pemimpin-pemimpin perempuan muncul dalam berbagai kapasitas dan kemampuannya.

Geun-hye menonjol sebagai seorang politisi berpengalaman dan dihormati, dan Desai mencatat, dalam kasus dia, citra ayahnya sebagai penyelamat ekonomi dan diktator kejam dapat menguntungkan maupun menjadi bebannya.

Seorang profesor Universitas Kookmin, Jung Mi-ae, juga menunjukkan bahwa setelah pembunuhan Park Chung-hee pada 1979, Geun-hye membangun citra politiknya sendiri. Ibu Geun-hye dibunuh lima tahun sebelum ayahnya, dan perempuan politisi ini tidak pernah menikah atau memiliki anak.

"Masih ada tanda tanya atas bagaimana Geun-hye akan menjalankan kepemimpinannya, tapi dia bukan seorang tokoh yang berkuasa semata-mata karena ayahnya," kata Jung.

Park Geun-Hye menikmati dukungan yang solid antara kelompok konservatif Korea tua yang mengagumi ayahnya, tapi jajak pendapat, Rabu, menunjukkan, dia disukai lebih dari 30 persen pemilih berusia 20 atau 30-an.

"Fakta bahwa dia menerima dukungan dari pemilih muda dengan sedikit memori atau cinta, Geun-hye menunjukkan dia telah membentuk citra politiknya sendiri," kata Jung.

Pemilihan Park menandai terobosan bersejarah bagi negara tradisional Konghuchu yang politik dan bidang komersialnya didominasi laki-laki baik sektor swasta maupun publik.

Perempuan hanya menempati 15 persen dari kursi di parlemen dan hanya 12 persen dari posisi manajerial pada 1.500 perusahaan besar.

Mereka juga mendapatkan gaji hampir 40 persen lebih sedikit daripada laki-laki di antara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembanginan kelompok bangsa.

Apakah presiden perempuan akan menyambut setiap pergeseran kekuatan gender yang signifikan, masih harus dilihat dan tidak hanya Geun-hye, kekuasaan partai konservatif memiliki catatan yang sangat baik pada hak-hak perempuan.

Geun-hye bermain kuat dalam suara perempuan pada kampanyenya, beberapa taktik yang dianggap dangkal dan oportunis.

Direktur Eksekutif Pusat Perempuan Korea dan Politik Kim Eun-Ju mengatakan, dia adalah seorang perempuan pemimpin politik hanya dalam istilah biologis, dia telah menunjukkan minat dan mempromosikan hak-hak perempuan dalam 15 tahun karirnya di politik. 

"Dia mengikuti jejak dari banyak pendahulu Asianya, yang belum tentu mendukung hak-hak perempuan atau kesetaraan," kata Desai.

(S038)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012