Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menolak dikait-kaitkan dengan kerusuhan yang terjadi di Dili, ibukota Timor Timur (Timtim), dan akan terus menjaga wilayah perbatasan kedua negara secara ketat, agar wilayah RI tidak dimasuki oleh perusuh dari Timtim. "Kita tidak mau sama sekali ada beban atau tuduhan bahwa Indonesia terlibat dalam masalah-masalah Timor Leste. Itu adalah masalah dalam negeri mereka," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat. Menlu menegaskan hal itu, antara lain lantaran banyak media asing yang mengaitkan nama Indonesia dalam kerusuhan di Timtim (Timor Leste), karena hilangnya arsip kerusuhan Timtim pasca-jajak pendapat pada 1999 yang melibatkan sejumlah tokoh RI, seperti Jenderal (kini purnawirawan) Wiranto. Wirajuda mengemukakan, Indonesia tentu sama sekali tidak berurusan dengan dokumen-dokumen yang hilang. "Itu urusan mereka, tidak ada urusannya dengan kita," tegasnya. Berkaitan dengan diperketatnya penjagaan perbatasan wilayah RI-Timtim, ia mengatakan, keputusan mengenai hal itu akan sangat tergantung pada perkembangan situasi. "Kita lihat dulu, kita cermati perkembangannya. Pada pihak lain, kita juga ingin, agar penutupan perbatasan yang memang relatif ketat juga jangan sampai merugikan pihak Timor Leste dalam arti arus lalu lintas barang dan jasa yang memang diperlukan kita juga mesti buka pelan-pelan," katanya. Ia mengungkapkan, dirinya telah berbicara dengan Menlu Timtim, Jose Ramos Horta, pada hari Rabu (31/5) untuk meyakinkan bahwa penutupan perbatasan darat itu tidak akan sampai merugikan Pemerintah Timtim dalam penyediaan barang yang diperlukan mereka. "Dia mengerti sepenuhnya, dan mengatakan bahwa suplai barang dengan menggunakan angkutan laut dari Surabaya masih berlangsung," ujarnya. Sementara itu, Wirajuda juga mengemukakan bahwa Pemerintah RI hingga Jumat (2/6) telah mengevakuasi sekira 1.400 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Dili, namun belum diketahui apakah warga di luar Dili juga ingin keluar dari wilayah Timtim, menyusul kerusuhan yang masih melanda Dili. "Kita belum tahu pasti apakah mereka yang berada di luar Dili memiliki kepentingan untuk dievakuasi, karena sejauh ini di luar Dili relatif aman," katanya. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi selama ini berlangsung di kota Dili. "Dengan kata lain, kita tidak terlalu khawatir dengan WNI yang ada di luar Dili," katanya. Kendati demikian, ia menegaskan, Pemerintah melalui TNI-AU tetap menyiagakan pesawat Hercules untuk mengevakuasi bila ada WNI yang bermaksud meninggalkan Timtim. "Kalau ada keperluan, kita senantiasa siap. KBRI juga saling kontak dengan mereka," ujarnya. Kedutaan Besar RI (KBRI) di Dili, menurut Menlu, masih beroperasi dan terus melakukan kontak-kontak dengan Pemerintah Timtim. Sejak memulai evakuasi pada Sabtu ((27/5), pesawat Hercules milik TNI-AU mengevakuasi WNI sebanyak 1.379 orang dari Dili menuju Kupang, sebagai tindakan penyelamatan terhadap WNI dari pertikaian antar-kelompok di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Evakuasi terakhir dilakukan pada Selasa (30/5) terhadap 98 WNI sebagai kelompok terbang (Kloter) terakhir dari Bandara Comoro Dili, Timtim menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Evakuasi kloter terakhir itu disaksikan langsung oleh Dubes RI untuk Timtim, Ahmad Bey Sofwan. Timtim adalah wilayah bekas jajahan Portugis selama lima abad yang ditinggalkan begitu saja pada 1975. Setahun kemudian, rakyat Timtim berintegrasi dengan Negara Kesatuan RI, namun mayoritas mereka memilih merdeka berdasarkan jajak pendapat di bawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1999. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006