Jakarta (ANTARA) - Aktor Lukman Sardi mengakui bahwa puisi "Derai-Derai Cemara" karya Chairil Anwar sangat membekas baginya sebab hingga saat ini dia masih bisa merasakan beragam emosi yang terkandung dalam puisi tersebut.

Lukman sendiri terlibat dalam serial antologi seni video "Aku, Chairil!" produksi Miles Films. Dia berperan untuk membacakan puisi "Derai-Derai Cemara", berkolaborasi dengan perupa Ria Papermoon.

Walaupun membaca, menurut pengakuan Lukman, dia tak benar-benar menghafal setiap larik dalam puisi tersebut. Namun yang pasti, imbuh dia, kombinasi perasaan-perasaan seperti putus asa, sakit, penyesalan, sekaligus sedikit optimisme membekas di benak Lukman.

"Semua rasa yang ada, saya masih ingat sampai sekarang waktu saya bacain puisi itu. Uniknya adalah tentang sesuatu hal yang sangat sakit dan lemah, ditulis sangat kuat dan powerful," kata Lukman saat konferensi pers di Sarinah, Jakarta, Jumat.

"Penggabungan (rasa) ini yang saya rasakan sampai sekarang. Jadi, saya ada merasa terpuruk, saya ada rasa ingin menangis, tapi, di balik itu ada rasa semangat optimisme yang entah bisa dicapai atau enggak," kata Lukman menambahkan.

Baca juga: Miles Films buat tujuh seni video adaptasi puisi Chairil Anwar

Meski begitu, ada satu larik dalam "Derai-Derai Cemara" yang membuat Lukman merenungkan kembali tentang makna hidup yaitu larik "hidup hanya menunda kekalahan". Ditambah, Lukman mengimajinasikan dan mengaitkan rasa puisi dengan kondisi Chairil Anwar yang kurang baik pada saat "Derai-Derai Cemara" diciptakan.

"Saya kayak tergambar seseorang yang hidup selalu dengan ketegaran, dengan segala macam punya sesuatu yang selalu dibawa. Tapi some point ini ada di dalam masalah menunda kekalahan saja, nih. Sampai, ya, gue akan merasa kalah, sampai gue akan merasa nggak bisa apa-apa, itu yang bisa saya rasain," kata Lukman.

Melalui larik itu pula, Lukman berpikir dan mempertanyakan ulang mengapa manusia memiliki keinginan harus selalu lebih baik bahkan harus menampilkan citra (image) yang lebih baik di hadapan orang lain.

"Padahal itu bukan sebenarnya yang dimaknai dalam sebuah kehidupan. Tapi, manusia itu selalu menggambarkan itu, seperti itu, sehingga terjadi persaingan, pertikaian, dan segala macam," kata Lukman.

Terlepas dari pemaknaan puisi, bagi Lukman sendiri, terlibat dalam proyek seni video "Aku, Chairil!" telah membuka kesempatan untuk masuk dalam proses belajar yang baru. Apalagi membaca puisi dengan medium audio visual merupakan pengalaman baru baginya.

"Lihat hasil dari Ria dengan puppet-nya juga dia bikin konsepnya, dengan rasa yang dari puisi itu dengan rasa yang aku rasain, itu kayak nyatu banget kayak klop," cerita Lukman.

"Jadi, kayak punya pengalaman proses belajar yang baru mengenai kita membacakan sebuah karya. Bukan sekadar kita bacakan, tapi bagaimana kita masuk ke dalamnya ditambah lagi dengan audio visual yang luar biasa," kata Lukman menambahkan.

Lukman pun berharap puisi-puisi Chairl Anwar yang terangkum dalam antologi seni video "Aku, Chairil!" dapat diterima di masyarakat, terutama bagi anak-anak muda untuk menikmati karya puisi degan medium yang baru.

Baca juga: Video "Aku, Chairil!" diluncurkan untuk tarik kaum muda pada puisi

Baca juga: Lukman Sardi: Kontrol "gadget" itu penting banget

Baca juga: Lukman Sardi ingat masa kecil saat perankan Ismail Marzuki

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023