Jakarta (ANTARA) -
"Aku ini binatang jalang,
Dari kumpulannya terbuang."
 
Siapa yang tidak mengenal potongan bait puisi "Aku" karya Chairil Anwar tersebut, yang diturunkan dari masa ke masa, menjadi salah satu contoh puisi yang wajib dipelajari, bahkan dihafalkan oleh para siswa di tingkat sekolah dasar.
 
Namun, seberapa kenal kita dengan puisi-puisi Chairil? Apakah puisi "Aku" hadir sebatas untuk dihafal tanpa didalami, dan masih relevankah karya-karyanya di masa kini?
 
Untuk itu, di perayaan Hari Puisi Nasional, Jumat, 28 April ini, yang diperingati tiap tahun untuk mengenang wafatnya penyair kebanggaan Indonesia itu, dua produser film kondang Mira Lesmana dan Riri Riza berupaya untuk mengemas dan menghadirkan puisi-puisi Chairil Anwar dalam medium yang dekat pada anak-anak muda, dengan audio visual.
 
Seni Audio Visual
Para pembicara yang terdiri dari produser film, seniman, dan aktor menceritakan proses pembuatan antologi seni Audio Visual "Aku Chairil!" di Lantai 6 Gedung Sarinah pada Jumat (28/4/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Ada tujuh karya Chairil yang disajikan dalam bentuk audio visual, yakni Derai-Derai Cemara digarap Papermoon Puppet dan dibacakan oleh Lukman Sardi, Kepada Kawan oleh Angki Purbandono, Ine Febriyanti, dan Lukman Sardi, Sajak Putih Oleh Nani Puspasari dan Jerome Kurnia.
 
Kemudian, Pemberian Tahu oleh Ruth Marbun dan Christine Hakim, Kesabaran oleh Rachmat Hidayat Mustamin dan Reza Rahardian, serta 1943 oleh Tromarama dan Happy Salma.
 
Seorang seniman visual Ruth Marbun yang sudah malang melintang di dunia seni, termasuk menggarap visual musisi-musisi terkenal, seperti Pandai Besi, Ari Reda, hingga Fourtwnty, mengatakan bahwa karya Chairil Anwar yang digarapnya masih relevan dengan kehidupan anak muda saat ini.
 
"Semua puisi Chairil itu bisa dibaca dan 'dikunyah' dengan pemikiran hari ini, padahal yang aku baca itu ditulis di tahun 1946, istilahnya negara kita aja belum jadi, tetapi bisa kita maknai sampai sekarang," kata Ruth, saat konferensi pers peluncuran antologi seni audio visual "Aku, Chairil!" di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat.
 
Ruth menggarap visual puisi "Pemberian Tahu" yang dibacakan oleh Christine Hakim dan sempat ditayangkan sebelum konferensi pers dimulai.
 
Ia mengaku, salah satu bait yang paling digemarinya dalam puisi tersebut berbunyi, "Nasib adalah kesunyian masing-masing."
 
Kekuatan dalam bait itu sungguh melintasi zaman, dan justru bisa memberi kebebasan yang lebih saatRuth membuat karya ini.
 
Karya yang digarapnya itu diisi dengan musik yang diproduksi oleh Baskara Putra, vokalis band Hindia dan Feast.
 
Kolaborasi dengan Baskara Putra menunjukkan bahwa iringan musik puisi itu tidak harus identik dengan mendayu dan lembut, karena yang ingin dicapai itu kan kekinian, dan yang harus diciptakan dalam karya ini yang sekarang, agar relevan.
 
Bagi Ruth, setiap karya apabila dibuat dengan tulus, pasti akan sampai pada tujuannya.
 
Pemilihan puisi "Pemberian Tahu" tidak masuk dalam daftar 20 puisi yang disodorkan oleh Mira Lesmana padanya, melainkan murni pilihannya sendiri.
 
Puisi Pemberian Tahu itu keras, satu arah. Karena dia tahu Chairil menulis itu pasti ada alasan-alasan di balik pengalaman hidupnya. Karena identik dengan bayangan akan suara laki-laki saat membaca Chairil, untuk itu dia juga berusaha mendobrak dengan meminta Mira Lesmana dan Riri agar suaranya diisi oleh aktris perempuan yang berusia matang.
 
Permintaannya itu dikabulkan. Dia sempat terkejut saat harus membuat visual dari suara yang diisi oleh aktris kenamaan Indonesia, Christine Hakim.
 
Ia merasa mendapatkan semangat Chairil yang tidak dalam bentuk teknikal dalam membuat karya ini, melainkan dalam bentuk nilai atau value yang lebih besar, bagaimana mendorong karya ini lebih jauh untuk membaca dan mengenalkan Chairil.
 
Ruth sangat senang dengan value project ini, mengenalkan puisi dan karya-karya Chairil dalam konteks generasi baru. Itu dia nilai sangat fundamental, karena melalui produk budaya pop kekinian atau pop culture, anak muda akan tertarik mengenal lebih jauh karya Chairil.
 
"Derai-Derai Cemara"
Lukman Sardi (kanan) menengok instalasi Derai-Derai Cemara yang dibuatnya bersama Papermoon Puppet (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Aktor Lukman Sardi juga mengisi suara pada salah satu karya audio visual yang berkolaborasi dengan Papermoon Puppet, komunitas pertunjukan boneka asal Yogyakarta yang diprakarsai oleh Maria Tri Sulistyanti (Ria) dan Effendi, serta telah unjuk gigi menyelenggarakan pertunjukan festival boneka di berbagai belahan dunia. Pertunjukan yang terbaru, mulai dari Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Thailand, dan Australia.
 
Lukman otomatis menggemari puisi 'Derai-Derai Cemara' semenjak membacakannya, apalagi dengan visual pertunjukan boneka dari Papermoon Puppet yang membuat dia tidak bisa berhenti ingin mengulik karya-karya Chairil.
 
Selama ini Lukman hanya membaca, dan tidak cukup mengulik karya-karya Chairil. Setelah membacakan Derai-Derai Cemara, ia lantas bisa mengingat semua rasa yang dialami ketika membacakannya.
 
Uniknya, puisi ini menceritakan tentang sesuatu hal yang sangat sakit dan lemah, tetapi ditulis dengan sangat kuat dan powerful. Ketika membaca, pada Lukman ada rasa terpuruk, ingin menangis, tapi juga ada rasa optimisme yang entah bisa tercapai atau tidak.
 
Salah satu bait dalam puisi Derai-Derai Cemara yang cukup menggugahnya adalah,  "Hidup hanya menunda kekalahan."
 
Bait itu luar biasa membuat Lukman berpikir berat. Kita hidup selama ini, kita melakukan kehidupan itu untuk apa? Untuk bertahan, tetapi pada titik tertentu kita sebagai manusia akan merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Itu makna yang akhirnya Lukman ambil dari puisi itu.
 
Interpretasi puisi ini jika dilihat dari sisi yang lain belum tentu memiliki makna yang sama. Itulah yang membuat puisi ini memiliki kekuatan tersendiri.
 
Aktor yang mendapatkan penghargaan pemeran utama terbaik film Sang Pencerah ini menyadari, puisi Derai-Derai Cemara dibuat saat kondisi Chairil sedang tidak baik, sehingga hal itulah yang ia dalami dan masuk menjadi sebuah pelajaran baru dalam hidupnya.
 
Seseorang yang hidup dengan ketegaran dan selalu punya sesuatu yang dibawa, terkadang juga akan merasa kalah dan tidak bisa melakukan apa-apa, sampai akhirnya menyerah,
 
Sampai Lukman sempat berpikir, mengapa manusia itu harus selalu merasa lebih tahu, lebih kuat, harus lebih baik, di depan orang harus memasang citra diri ini, sehingga terjadi pertikaian, terjadi persaingan. Padahal bukan citra diri itu yang dimaknai, karena pada satu titik kita juga harus merasakan kekalahan itu.
 
Ruang untuk sastra
Direktur Perfilman, Musik, dan Media (PMM) Kemendikbudristek RI Ahmad Mahendra saat ditemui di lokasi pameran, Sarinah, Jakarta Pusat, pada Jumat (28/4/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Pemerintah melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media (PMM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga hadir secara konsisten untuk menyediakan ruang ekspresi pada karya-karya seni, sastra, maupun audio visual.
 
Direktur PMM Kemendikbudristek Ahmad Mahendra mengatakan terbukanya ruang untuk memfasilitasi karya-karya seni ini merupakan implementasi pentingnya kebebasan berekspresi dalam program "Merdeka Belajar" yang diinisiasi Mendikbudristek Nadiem Makarim.
 
Nantinya karya-karya audio visual yang tayang dalam Indonesiana TV dan dikelola oleh Balai Media Kebudayaan akan menjadi pustaka budaya. Dari situ bisa diunduh, ditayangkan di kanal-kanal dalam pesawat, kereta api, kapal, dan lain sebagainya.
 
Bagi Pemerintah, pembelajaran saat ini tidak hanya guru harus menerangkan, melainkan melalui audio visual juga bisa lebih efektif menarik anak-anak untuk belajar dan memahami sastra, juga literasi yang lebih dalam.
 
Mandat pemajuan kebudayaan juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017, yang di dalamnya ada upaya pemajuan Identitas dan Karakter Bangsa, Ketahanan Budaya, dan Diplomasi Budaya.
 
 PMM Kemendikbudristek ada di hilir untuk menjembatani generasi muda yang melakukan praktik-praktik baik bagi pemajuan kebudayaan, memberi ruang bagi generasi muda untuk berekspresi. Jadi program ini sudah sesuai dengan misi kebudayaan kita.
 
Selama ini Indonesia jarang sekali mengangkat karya-karya sastra. Untuk itu, ruang ini dibuka lebar untuk mendorong literasi bangsa bahwa ada aset-aset warisan budaya dan tokoh yang penting untuk difasilitasi.
 
Tidak soal karya puisinya, tetapi bagaimana karya itu menjadi sebuah instalasi. Mahendra percaya sepenuhnya kepada konsep yang dibuat oleh seniman selama itu adalah praktik-praktik yang baik. Jadi tidak hanya karyanya yang diaktualisasi, tetapi juga dibentuk menjadi instalasi pameran.
 
Ke depan, diharapkan platform seni dan kebudayaan dapat menjadi pusat rujukan konten-konten untuk ditampilkan sebagai upaya diplomasi budaya.
 
Platform itu menjadi Indonesian corner, . dengan konten yang bisa diakses secara bebas, sehingga kita tidak perlu lagi berpikir apa yang perlu disajikan untuk diaspora di luar negeri, sehingga mereka bisa kembali mengenal identitasnya.
 
Puisi adalah bagian dari ekspresi masyarakat, sehingga harus ada wadah, ruang, dan ekosistem yang ditumbuhkan.
 
PMM Kemendikbudristek berupaya terus membangun ekosistem itu. Kalau ada ruang, festival, tayangan, produksi konten, acara apa yang bisa menumbuhkan, Pemerintah tidak ingin hal itu hanya menjadi tren sekilas, tetapi harus berkelanjutan.
 
Melestarikan sastra dan puisi itu adalah bagian dari membela bangsa. Untuk itu negara terus hadir dalam membangun ruang yang lebih luas dan dalam.
 
Kemendikbud juga telah berupaya memasukkan pembelajaran tentang puisi dan karya-karya sastra ke dalam kurikulum, melalui kerja sama dengan guru-guru penggerak dan masuk ke sekolah, menjadikan sastra dan puisi dalam bentuk audio visual sebagai bahan di modul, dan ke depan juga akan memasukkan materi tentang Chairil Anwar secara khusus ke dalam modul.
 
Setelah terpapar video tentang Chairil Anwar, generasi penerus bangsa bisa terus mempelajari, mencari tahu, dan melestarikan karya-karya penyair "Binatang Jalang" ini yang tak akan lekang oleh zaman.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023