Asuncion, Paraguay (ANTARA) - Pada pemilu Paraguay yang akan berlangsung Minggu (30/4), Soledad Nunez (40), seorang insinyur dan mantan menteri, ikut bertarung dalam arena politik negara itu yang masih didominasi kaum pria, sebagai calon wakil presiden perempuan terpilih pertama.

Paraguay —yang terkenal karena budaya machista yang misoginis bahkan dalam wilayah konservatif mereka sendiri— adalah sebuah negara di mana sulit bagi perempuan untuk mulai berpolitik, di mana hanya 15 persen dari pejabatnya adalah perempuan.

Angka tersebut lebih rendah dari rata-rata angka di Amerika Latin, yang berada di kisaran sepertiga dari para pejabat.

Pada pemilu lima tahun yang lalu, hanya satu dari kandidat untuk presiden atau wakil presiden adalah perempuan. Namun, perubahan sudah mulai tampak sehingga kini ada tujuh kandidat perempuan, dari 26 yang berpartisipasi.

"Ada yang berubah, meski perlahan," kata Nunez kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Dia mengingat kembali saat dia masih berkuliah, seorang dosen mengatakan pada kelasnya, yang berisi delapan perempuan dan 90 laki-laki, bahwa perempuan harus membersihkan lantai dan memasak.

"Sejak muda, saya melihat sedikit sekali perempuan dalam peran kepemimpinan, baik dalam politik maupun industri," kata Nunez.

Pada 2014, pada saat berumur 31 tahun, dia menjadi menteri perempuan termuda pertama negara itu.

"Adanya perempuan di titik yang tinggi akan membawa konsekuensi. Hanya berada di situ saja sudah menjadi penting, karena itu akan menumbuhkan kepercayaan diri orang lain untuk ikut berpartisipasi," katanya.

Nunez adalah kandidat wakil presiden untuk koalisi oposisi utama, yang berharap untuk mengalahkan Partai Colorado. Berbagai survei yang diadakan sebelum pemilihan menunjukkan hasil yang bermacam-macam, dan kontes tersebut diperkirakan akan berlangsung sengit.

Jika terpilih, Nunez dan pasangan politiknya, Efrain Alegre, akan mengusung kesetaraan gender dalam kabinetnya sebagai bentuk komitmen. Sekitar seperempat dari menteri-menteri saat ini adalah perempuan.

Partai Colorado juga menyetujui rencana kesetaraan gender dalam kabinet mereka, walaupun mereka mengirimkan dua laki-laki sebagai kandidatnya.

Lea Gimenez, mantan menteri keuangan dari partai Colorado, mengatakan pada Reuters bahwa ada proses yang "keras, penuh perjuangan" bagi perempuan yang ingin memasuki dunia politik lokal.

"Sering kali perempuan yang mulai menjelajahi dunia politik lebih baru dibandingkan laki-laki, dan itu menunjukkan sebuah proses pembelajaran," ujarnya.

"Namun, saya ingin bisa masuk itu karena kinerja saya memang bagus, dan bukan (sekedar) untuk kuotanya," katanya, menambahkan.

Perkembangan bagi perempuan Paraguay masih dipenuhi berbagai masalah.

Paraguay termasuk di antara negara-negara yang terakhir di kawasan Amerika Latin dalam memperbolehkan warga perempuannya untuk memilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat, yaitu baru pada 1961.

Pada 1992, saat demokrasi kembali diberlakukan setelah masa kediktatoran yang berlangsung selama 35 tahun sebelumnya, kesetaraan gender diabadikan dalam konstitusi.

Di pemilihan lima tahun lalu, dari 17 gubernur terpilih, tidak ada satu pun yang perempuan. Namun dalam pemilihan tingkat kota pada 2021, seperempat posisi politik diisi oleh perempuan.

Pada 2021, sebuah perubahan dicanangkan. Tidak lagi pilihan bersifat terbatas, dan pemilih harus mengurutkan pejabatnya dari yang paling favorit, sebagai upaya untuk menciptakan pemilihan yang lebih kompetitif.

Beberapa perempuan khawatir sistem semacam itu akan merugikan kandidat perempuan, yang sering harus menghadapi kekurangan aparatur politik dan dana kampanye.

"Tiap kandidat harus berkampanye sendirian, mengakibatkan biaya besar untuk tiap individu, yang merugikan kandidat perempuan," kata Senator Esperanza Martinez (63).

Martinez, dari aliansi Frente Guasu yang bersayap kiri, adalah salah satu dari 45 senator yang ikut kembali dalam pemilihan. Hanya delapan kursi Senat diisi oleh perempuan, dan dia memperkirakan bahwa angka tersebut akan semakin turun setelah pemilihan.

"Bisa saja ada daftar panjang berisi kandidat perempuan yang yang bisa dipilih, tetapi mereka tidak akan terpilih kalau mereka tidak terlihat dan tidak berkampanye di seluruh negeri. Hal kecil yang kami wakilkan di Senat akan menjadi semakin buruk dengan adanya sistem ini," katanya.

Aktivis hak-hak dan politisi Lilian Soto menyetujui pernyataan itu. "Mulai dari sekarang, kamu butuh lebih banyak sumber daya agar dikenal," ujarnya.

Namun demikian, Martinez mengatakan bahwa kebijakan kesetaraan gender dalam kabinet menjadi sebuah langkah penting di tengah perdebatan tentang hak-hak perempuan di kalangan akademis dan bisnis, yang sering kali diajukan oleh generasi muda.

"Dengan tuntutan kesetaraan gender, debat tersebut akan semakin terbuka. Namun, batasan untuk masuk ke dalam dunia politik masih terlalu berat untuk diabaikan," kata Martinez.

Sumber: Reuters

Baca juga: Presiden Paraguay akan kunjungi Taiwan

Penerjemah: Mecca Yumna
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023