Surabaya (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya menyayangkan adanya kejadian kekerasan seksual terhadap siswi sekolah menengah pelajar (SMP) hingga hamil, karena telah merusak citra Kota Pahlawan, Jatim, sebagai kota layak anak.

"Membaca berita kekerasan seksual pada anak yang masih terjadi di Surabaya, kok kasihan, miris dan emosi. Lain itu juga merusak Surabaya sebagai Kota Layak Anak," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony di Surabaya, Selasa.  

Untuk itu, Thony mengusulkan agar ada tambahan sanksi bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Kota Pahlawan.
 
"Kalau murni pemerkosaan, apalagi masuk kategori brutal bisa diterapkan sanksi kebiri. Itu pendapat saya sebagai bapak yang memiliki anak perempuan," ujarnya.

Meski demikian, lanjut dia, untuk sanksi kebiri tidak berlaku ketika si perempuan dari hasil pemeriksaan terbukti yang menggoda duluan.

"Bisa saja berawal si perempuan mau diajak minum-minuman keras dan akhirnya berlanjut ke arah sana," katanya.

Selain sanksi pidana, menurut Thony, perlu ada sanksi sosial di masyarakat. "Lagi-lagi, persoalan ini menurut saya lebih efektif kalau juga dilihat, didekati, dicarikan solusi dan termasuk sanksi dari sudut budaya. Karena persoalan ini menyangkut dan lekat sekali dengan moralitas," ucapnya.  

Selain itu, Thony menitipkan pesan agar ada spirit mengatasi pemerkosaan di Surabaya khususnya saat merekrut bakal calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2024 bermoral baik. Untuk itu, kata dia, agar ada pakta integritas bagi para bakal caleg untuk tidak pernah melakukan pidana pada kasus pemerkosaan.

"Intinya caleg juga harus bebas dari kasus pemerkosaan," katanya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Kota Surabaya Ida Widayati sebelumnya mengatakan, pihaknya memberikan perhatian penuh korban kekerasan seksual yang saat ini masih menempuh pendidikan di SMP berupa pendampingan psikologis, hukum hingga jaminan sekolah.

"Korban saat ini tengah mengandung usia 5 bulan menuju 6 bulan. Kami juga memberikan pendampingan pada proses hukum, serta sudah koordinasi dengan Polrestabes dan sudah mulai bergerak," kata Ida.

Menurut dia, setelah mendapatkan informasi tentang kasus tersebut pada Rabu (26/4) lalu, pihaknya langsung mendampingi korban di RS Bhayangkara karena sedang proses visum. Pada Jumat (28/4), ibu korban sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) oleh Polrestabes Surabaya.   

Kini, lanjut dia, pihaknya tengah fokus pada proses pemulihan pascatrauma korban. Bahkan, lanjut dia, DP3A-P2KB juga sudah berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya dalam memberikan pendampingan hukum.  

Baca juga: Pemkot Surabaya beri pendampingan psikologis korban kekerasan seksual

Baca juga: Pemprov Surabaya latih guru cegah kekerasan seksual di dunia maya


Baca juga: Pimpinan dan anggota DPRD Surabaya beri santunan ratusan anak yatim

 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023