Jayapura (ANTARA) - BMKG Wilayah V Jayapura menyatakan cuaca panas di Jayapura dan sekitarnya bukan disebabkan gelombang panas yang saat ini melanda.

Fenomena gelombang panas hanya terjadi di wilayah yang beriklim sub tropis atau wilayah lintang menengah – lintang tinggi dan Indonesia terletak di wilayah lintang rendah (wilayah beriklim tropis) sehingga fenomena gelombang panas tidak dapat terjadi.

Humas BMKG V Jayapura Ezri Ronsumre kepada Antara, Senin, di Jayapura menjelaskan dari hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi di Dok II Jayapura, suhu udara tertinggi di Kota Jayapura tercatat Jumat (5/5 ) mencapai 34,4 derajat celsius.

Ini merupakan suhu udara tertinggi di 2023, namun bukan yang tertinggi karena pernah tercatat 35,2 derajat celcius pada tanggal 14 Desember 2016.

Baca juga: BMKG: Suhu panas di beberapa wilayah Indonesia fenomena wajar

Baca juga: Misinformasi! Video aspal meleleh di Indonesia akibat cuaca panas


Untuk wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura suhu udara tertinggi terjadi Ahad (7/5), mencapai 36,0 derajat celcius, namun itu masih di bawah karena pernah mencapai 36,8 derajat celcius di bulan Oktober tahun 2022 lalu, kata Ezri.

Dikatakannya, di bulan Mei, umumnya gerak semu matahari yang bergerak dari ekuator menuju belahan bumi bagian utara sehingga penerimaan sinar matahari masih cukup maksimal di banding bulan-bulan lainnya.

Selain itu, kondisi cuaca siang hari yang cenderung cerah dengan sedikit tutupan awan dan kelembaban udara yang rendah turut mendukung sehingga cuaca menjadi terasa lebih terik.

Suhu udara yang terasa hangat dan terik di Indonesia berhubungan dengan gerak semu matahari setiap tahunnya.

Gerak semu matahari melintasi garis ekuator atau garis khatulistiwa sebanyak dua kali dalam setahun dan tepat berada di garis ekuator pada tanggal 21 Maret dan 23 Oktober sehingga wilayah yang berada di sekitar garis ekuator umumnya akan menerima penyinaran yang cukup maksimal pada bulan-bulan tersebut dan suhu udara akan sedikit meningkat dari biasanya.

Ini merupakan siklus rutin yang hampir selalu dikeluhkan masyarakat setiap tahun dan kondisi ini umumnya akan kembali terasa pada bulan September, Oktober.

Ini masih dalam batas normal karena tidak terjadi peningkatan suhu udara yang signifikan atau melebihi lima (5 )derajat dari rata-rata suhu normalnya," kata Ezri.*

Baca juga: IDAI minta sekolah sesuaikan pembelajaran dengan kondisi iklim

Baca juga: Pakar: Agar tetap terhidrasi baik, lindungi diri dari cuaca panas

Pewarta: Evarukdijati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023