Sebagai penyakit seribu wajah, lupus dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh dan menunjukkan gejala yang berbeda pada setiap individu.
Jakarta (ANTARA) - Mayoritas pengobatan medis dirancang untuk "kebanyakan pasien", namun tidak semua orang bereaksi dengan cara sama terhadap pengobatan yang sama.

Pendekatan presisi (precision medicine, personalized medicine - PM) adalah pendekatan atau terapi baru yang mempertimbangkan perbedaan individual dalam pola genetika, lingkungan, dan gaya hidup untuk menciptakan pengobatan yang disesuaikan dengan setiap orang.

Pendekatan ini memungkinkan dokter untuk memprediksi dan mencegah penyakit sebelum terjadi dan fokus pada pencegahan dan intervensi dini. Tujuannya adalah memberikan perawatan terbaik yang mungkin kepada setiap pasien, pada waktu yang tepat, untuk meningkatkan hasil dan mengurangi komplikasi. Sederhananya, satu terapi (obat) untuk satu orang berdasarkan satu (kompleksitas) genetika.

Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel dan jaringan sehat. Penyebab pasti SLE belum sepenuhnya dipahami, namun terdapat banyak faktor yang terlibat. Kelainan dalam respons kekebalan alami dan adaptif telah banyak diteliti, dengan limfosit B dan limfosit T memainkan peran sentral.

Peneliti juga telah menemukan bahwa aktivasi tidak normal dari reseptor Toll-like pada sel dendritik plasmasetoid (pDCs) terlibat dalam proses penyakit. Agen biologis baru dan obat molekul kecil sedang dikembangkan untuk menargetkan proses kekebalan yang tidak normal ini dan dapat mengarah pada terapi yang lebih aman dan efektif untuk SLE pada masa depan.

Sistem kekebalan tubuh seharusnya melindungi tubuh, tetapi terkadang terganggu dan menyerang sel sehat sehingga menyebabkan penyakit autoimun seperti lupus (SLE). Studi terbaru menemukan bahwa molekul yang disebut IFN-α memainkan peran besar dalam SLE, terutama dalam mengaktifkan sel kekebalan seperti limfosit, sel dendritik, dan sel pembunuh alami.

Biasanya, ketika sel mati, mereka dibersihkan sebelum mereka dapat memicu respons kekebalan, tetapi dalam SLE, proses ini tidak berfungsi dengan baik, menyebabkan penumpukan molekul berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. IFN-α juga memengaruhi bagian lain dari sistem kekebalan dan dapat menyebabkan masalah dengan metabolisme energi.

Pengobatan saat ini untuk SLE, seperti obat anti-inflamasi dan penekan kekebalan, hanya mengatasi gejala penyakit dan dapat memiliki efek samping negatif. Para peneliti sedang mencari cara baru untuk mengobati SLE dengan mempelajari penyebab yang mendasari penyakit. Pendekatan ini dapat mengarah pada terapi yang ditargetkan untuk mengatasi aspek spesifik dari penyakit dan memiliki efek samping yang lebih sedikit.

Sistem kekebalan tubuh memiliki dua cabang utama: sistem kekebalan alami dan adaptif. Sistem kekebalan adaptif bertanggung jawab untuk memproduksi antibodi untuk melawan infeksi dan ancaman lainnya. Pada penyakit autoimun seperti sistemik lupus eritematosus (SLE), sistem kekebalan secara keliru menyerang jaringan tubuh sendiri.

Peneliti telah menemukan bahwa menargetkan IFN, terutama IFN-α, adalah perkembangan penting untuk penelitian obat baru pada lupus, berdasarkan pendekatan targeting kekebalan alami. Anifrolumab adalah antibodi monoklonal manusia yang menargetkan IFN-α, dan studi telah menunjukkan bahwa obat ini efektif pada pasien lupus.

Obat lain yang telah diuji, seperti rontalizumab dan sifalimumab, tidak menunjukkan efikasi dan tidak melanjutkan pengembangan.


Penyakit seribu wajah

Sebagai penyakit seribu wajah, lupus dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh dan menunjukkan gejala yang berbeda pada setiap individu. Gejala umum yang terkait dengan lupus meliputi ruam kulit, kelelahan, demam, nyeri sendi, dan gangguan organ internal seperti ginjal, paru-paru, dan otak.

Lupus juga dapat menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga menghasilkan produksi antibodi yang salah dan menyerang jaringan tubuh yang sehat, menyebabkan kerusakan serius pada organ seperti ginjal dan jantung serta menyebabkan gejala saraf seperti kebingungan dan kelemahan otot.

Variasi gejala lupus dan organ yang terkena membuat diagnosis dan pengobatan menjadi kompleks, memerlukan PM untuk kondisi kesehatan setiap pasien, mengingat setiap pasien memiliki gejala, antibodi, dan mekanisme kekebalan yang berbeda.

Saat ini, pengobatan SLE didasarkan pada pengelompokan pasien berdasarkan keterlibatan organ dan memberikan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan. Kemajuan dalam teknologi, seperti analisis transkriptomik, telah membantu mengidentifikasi sel dan jalur kekebalan spesifik yang tidak berfungsi normal pada SLE.

Dengan menggunakan teknologi yang akurat tinggi, pasien dapat dikelompokkan berdasarkan profil klinis, genomik, epigenomik, dan transkriptomik mereka. Ini dapat membantu dokter mengidentifikasi target obat spesifik yang cocok dengan karakteristik pasien, meningkatkan kemungkinan keberhasilan pengobatan. Beberapa obat yang menargetkan jalur spesifik pada SLE sedang dalam pengembangan dan dapat memberikan terapi yang lebih efektif.


Transkriptomik dan AI

Transkriptomik adalah cara untuk mempelajari aktivitas genetik melalui sampel sel. Dengan menggunakan teknik single-cell RNA sequencing (scRNA-seq), para peneliti dapat mengukur aktivitas ribuan gen dalam sel individu. Ini dapat membantu mengidentifikasi jenis sel dan jalur tertentu yang terlibat dalam penyakit tertentu, seperti: SLE.

Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien SLE memiliki signatures gen yang terkait dengan tipe sel imun tertentu, seperti granulosit, interferon tipe I, dan plasmablas.

Dengan menganalisis transkriptom dari subpopulasi sel imun tertentu, para peneliti dapat memahami mekanisme molekuler yang mendasari SLE dan mengidentifikasi target obat potensial. Selain itu, scRNA-seq dapat digunakan untuk menganalisis perubahan ekspresi gen dalam jaringan, yang dapat membantu mengidentifikasi jalur patogenik yang terlibat dalam mekanisme penyakit tertentu.

Metode pembelajaran mesin (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence    - AI) digunakan untuk menganalisis kumpulan bigdata yang dihasilkan dari fenotip imun pada penyakit lupus dan RNA-seq.

Metode ini membantu mengidentifikasi kelompok pasien SLE yang berbeda berdasarkan profil frekuensi sel imun, data klinis, dan serologi. Signatures transkriptomik telah diidentifikasi yang berkaitan dengan pembentukan dan eksaserbasi penyakit, serta dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas penyakit dan keterlibatan organ.

Stratifikasi pasien lupus berdasarkan sigantures imunologis mereka yang unik memungkinkan terapi personalisasi yang disesuaikan dengan setiap pasien. Namun, perlu adanya perbaikan kapasitas profil, dan biaya masih menjadi hambatan potensial.


Plus minus

Personalized medicine (PM) semakin populer dalam tatalaksana SLE. Keuntungan utama PM adalah kemampuan untuk menyesuaikan pengobatan dengan kebutuhan individu pasien, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup pasien. Dengan PM, efek samping dari obat-obatan juga dapat dikurangi.

Namun, ada beberapa kekurangan PM. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan analisis yang diperlukan dapat menjadi kendala bagi beberapa pasien. Selain itu, belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa PM lebih efektif daripada pengobatan standar.

Oleh karena itu, meskipun PM dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi pasien SLE, penting untuk mempertimbangkan manfaat dan biaya saat memilih pengobatan. Dengan perkembangan teknologi dan analisis data yang lebih cepat dan terjangkau, PM dapat menjadi lebih efektif dan terjangkau di masa depan.

Dalam 50 tahun terakhir, pengobatan penyakit lupus (SLE) telah semakin membaik. Para klinisi memang mengandalkan medikamentosa (obat) berbasis riset, namun sekarang praktisi medis telah mempertimbangkan penggunaan terapi dan pendekatan yang lebih terarah dan efektif, yakni PM.

Meskipun demikian, masih ada kendala yang membuat sebagian masyarakat sulit mendapatkan perawatan terbaik. Masalah-masalah tersebut meliputi ketidakadilan dalam perawatan kesehatan, keterbatasan akses ke layanan kesehatan, hingga kesulitan dalam mendapatkan obat-obatan baru.

Untuk membantu penderita lupus, memang diperlukan sinergi dan kolaborasi multilintas  sektoral yang berkesinambungan dan melimitasi egosektoral.

*) Dokter Dito Anurogo, M.Sc. adalah kandidat doktor dari IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University Taiwan, dosen tetap FKIK Unismuh Makassar, Wakil Ketua Komisi Kesehatan Ditlitka PPI Dunia

Copyright © ANTARA 2023