...Kejaksaan diharapkan mengambil langkah konkret agar kita tidak terus menunggu hingga `kadaluwarsa`."
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hak Asasi Manusia (HAM) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Indriaswati Dyah Saptaningrum memperkirakan kasus HAM akan menjadi transaksi politik pada penyelenggaraan Pemilu 2014.

"HAM akan jadi salah satu target transaksi politik karena aktor-aktor politik itu adanya di parpol," katanya di Jakarta, Senin.

Indriaswati mengatakan dari seluruh catatan pelanggaran HAM yang dilaporkan ke Komnas HAM dan kejaksaan mengindikasikan adanya keterlibatan politisi.

"Kita sama-sama tahu kasus-kasus HAM tidak jelas nasibnya," katanya.

Dia menyebutkan kasus-kasus tersebut di antaranya, kasus Tanjung Priuk, Pembunuhan Aktivis Munir, Semanggi 1998 dan lain sebagainya.

"Ada kaitannya dengan partai politik. Sebagian besar tidak secara langsung tapi bisa berasosiasi dengan partai politik," katanya.

Dia juga mengatakan hingga akhir 2012 belum ada pencapaian penting terkait penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.

Indriaswati menyebutkan kasus pelanggaran HAM tersebut di antaranya, Peristiwa Trisakti, Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), peristiwa Mei 1998, Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1999, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa 1965 dan peristiwa penembakan serius 2012.

"Pekerjaan rumah ini harus segera diselesaikan. Kejaksaan diharapkan mengambil langkah konkret agar kita tidak terus menunggu hingga `kadaluwarsa`," katanya.

Selain itu, dia juga menyebutkan pelanggaran HAM telah merambah ke kasus yang lebih kompleks, seperti konflik perkebunan, kekerasan komunal dan pemidanaan kebebasan berekspresi di Internet.

Dia menyebutkan sebanyak 59 konflik lahan perkebunan yang terjadi selama 2012 di berbagai daerah di Indonesia.

Dia juga memperkirakan kebebasan HAM dalam berekspresi di Internet akan semakin meningkat.

"Diprediksi kekerasan di Internet juga akan meningkat jika dilihat dari pengguna yang semakin tertarik mengekspresikan diri di Internet," katanya.

Dia juga mengatakan ekspresi yang dilontarkan di Internet sebagian besar terkait dengan kepercayaan dan keagamaan seseorang.

"Kami lihat berdasarkan laporan pihak ketiga yang memproses dengan dua pasal, pasal penodaan beragama dan pasal kebebasan berekspresi," katanya.

Dia menilai kecenderungan untuk mengkriminalisasikan kebebasan berekspresi juga menjadi ancaman utama di masa yang akan datang.  (J010)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013