Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan mencatat terdapat sejumlah hambatan dalam menerapkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), salah satunya belum disosialisasikan-nya UU tersebut ke seluruh aparat penegak hukum.

"UU TPKS belum disosialisasikan ke seluruh aparat penegak hukum," kata Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam acara "Peringatan Satu Tahun UU TPKS", di Jakarta, Kamis.

Kemudian aparat penegak hukum belum memahami unsur-unsur tindak pidana dalam UU TPKS.

"Ada kesulitan dalam memahami unsur-unsur tindak pidana. Penyidik itu membutuhkan keterangan ahli. Pertanyaannya, keterangan ahlinya dari mana," kata Siti Aminah Tardi.

Baca juga: Komnas HAM: UU TPKS bangkitkan kesadaran banyaknya kekerasan seksual

Kemudian ada kesulitan pembuktian ilmiah yang lama dan mahal.

Ada perbedaan pemahaman dan penafsiran UU TPKS dengan jaksa penuntut umum yang menyebabkan berkas perkara dikembalikan.

Keluhan lainnya, yakni mengenai mekanisme pendampingan korban atau saksi.

"Belum semua kota itu memiliki lembaga pendamping," kata Siti Aminah Tardi.

Kondisi ini, kata dia, membuat Polri kesulitan meminta rujukan pendampingan.

"Polri bertanya ke Komnas Perempuan, kami (Polri) meminta pendampingan-nya ke siapa?" kata Siti Aminah Tardi.

Kemudian terkait mekanisme pelindungan korban atau saksi dan restitusi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Karena selama ini LPSK bekerja berdasarkan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Maka untuk pelaksanaan dengan UU TPKS, tentu masih berproses," kata Siti.

Selanjutnya, pendampingan yang belum membangun pemberdayaan hukum korban.

"Ada pendamping yang sekedar datang tapi tidak membangun upaya-upaya agar korban sintas dan berdaya," kata dia.

Terakhir, adanya sarana dan prasarana serta biaya operasional yang masih minim.

Baca juga: Empat LNHAM menandatangani nota kesepakatan terkait UU TPKS

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023