Kalau kita tidak memiliki ketahanan dari sisi obat, suatu saat itu terjadi, 270 masyarakat kita bisa celaka
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pengalaman terimbas pandemi COVID-19 menjadi pelajaran berharga bagi bangsa yang didapatkan dengan susah payah.

“Kita perlu bisa membangun ketahanan kesehatan kita, pandemi itu siklusnya mungkin dulu 100 tahun sekali, mungkin sekarang bisa 50 tahun sekali. Kalau kita tidak memiliki ketahanan dari sisi obat, suatu saat itu terjadi, 270 masyarakat kita bisa celaka,” kata Menkes Budi Sadikin ketika memberikan sambutannya dalam Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Menkes bercerita ketika menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN pada awal COVID-19 menyerang, ia diminta mengintegrasikan tiap farmasi di bawah naungan BUMN untuk mencari dan mengelola obat yang tepat.

Setelah berdiskusi panjang dengan sejumlah pakar, ia pun segera mencari bahan baku obat, meski kala itu satu-satunya obat antivirus yang digunakan bernama Oseltamivir. Setelahnya ia mengajak pihak farmasi untuk memproduksinya.

“Bahan bakunya tidak ada, jadi bahan baku obatnya kita kejar ke China, tapi di sana juga lockdown. Mereka lebih dulu dihantam COVID-19, jadi tidak bisa keluar. Kita bingung akhirnya cari ke India. Itu saja tidak ada di New Dehli sama Mumbai, adanya di Gujarat, dan tidak ada pesawat yang terbang,” katanya.

Baca juga: Menkes: Belanja alkes dalam negeri tingkatkan ketahanan sektor farmasi

Kemudian di saat kondisi mulai memburuk pemerintah menyewa sebuah pesawat milik Garuda Indonesia, untuk membawa bahan baku Oseltamivir secara langsung. Tetapi lagi-lagi butuh 2-3 minggu untuk memproduksi obat, sehingga banyak orang kehilangan nyawanya pada tahun pertama pandemi.

Hingga akhirnya pemerintah menemukan Favipiravir dan dibagikan ke rumah sakit pengampu seperti RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, namun sempat tidak bisa dipakai karena tidak ada izin pemakaian obat.

“Itu pertama kali kita belajar soal Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme), kemudian ada uji klinis karena waktu itu BUMN yang mulai, bukan rumah sakit pemerintah, itu kita bawa ke rumah sakit BUMN untuk uji klinis, kita butuh dokter dengan sertifikat peneliti. Tapi tidak ada satupun dokter yang memenuhi kriteria,” ucap Menkes Budi Sadikin.

Menkes melanjutkan berbagai upaya sampai akhirnya Indonesia bisa menduduki situasi pandemi yang aman dan terkendali saat ini. Sayangnya, pengalaman lalu merupakan bukti lemahnya dan betapa bergantungnya ketahanan farmasi Indonesia pada impor bahan baku.

Baca juga: Menkes: Aturan hilirisasi dorong industri farmasi lebih maju

Berbekal pengalaman yang penuh perjuangan tersebut, ia  meminta agar seluruh pihak lebih memperhatikan kemampuan industri farmasi yang ada di Indonesia. Sebab, farmasi menjadi salah satu pilar yang bisa menopang negara ketika menghadapi suatu wabah atau pandemi.

Dalam kesempatan itu Menkes Budi Sadikin mengajak seluruh pelaku usaha untuk berinvestasi pada farmasi. Bersama para klinisi dan pakar, bisa didata terlebih dahulu kebutuhan prioritas agar transformasi tersebut bisa segera berjalan.

Menkes menilai prospek ini merupakan bisnis yang menjanjikan, tidak hanya dalam rangka meningkatkan mutu kesehatan masyarakat saja, tetapi juga memutar perekonomian negara.

“Makannya saya minta coba bangun ekosistemnya, perizinannya, apa yang dibangun, transparansi datanya bagaimana, apa yang mesti dibangun atau apa yang pasti kita paksa supaya industri-industri mau masuk,” ujar Menkes Budi Sadikin.

Baca juga: Menkes: Industri farmasi lokal bisnis menjanjikan dongkrak PDB RI

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023