Singapura (ANTARA) - Saham Asia melemah pada awal perdagangan Rabu, sementara dolar melayang di sekitar puncak lima minggu karena investor tetap menghindari risiko, dengan pembicaraan pagu utang AS dan serangkaian data ekonomi yang beragam membebani sentimen.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,20 persen, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,56 persen. Indeks Komposit Shanghai dan Indeks Hang Seng Hong Kong masing-masing turun 0,4 persen, terseret oleh data China yang menunjukkan pemulihan pasca-COVID goyah.

Namun demikian, indeks Nikkei Jepang terangkat 0,68 persen lebih tinggi, naik di atas level psikologis 30.000 poin untuk pertama kalinya sejak September 2021.

Presiden Demokrat Joe Biden dan anggota kongres utama dari Partai Republik Kevin McCarthy mendekati kesepakatan untuk menghindari gagal bayar utang AS yang membayangi pada Selasa (16/5/2023).

Setelah satu jam pembicaraan, McCarthy, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan kepada wartawan bahwa kedua belah pihak masih berjauhan dalam kesepakatan untuk menaikkan plafon utang.

Tapi dia berkata, "Ada kemungkinan untuk mendapatkan kesepakatan pada akhir pekan. Tidak terlalu sulit untuk mencapai kesepakatan."

Tanpa kesepakatan, dalam waktu sekitar dua minggu, pemerintah mungkin tidak dapat membayar tagihannya, dengan para ekonom khawatir negara tersebut kemungkinan besar akan jatuh ke dalam resesi.

Dengan semakin dekatnya tenggat waktu, "satu hal yang dapat dipastikan oleh investor adalah semakin banyak ketidakpastian di depan", kata Saira Malik, kepala investasi di Nuveen. Malik memperkirakan volatilitas lebih lanjut di pasar ekuitas dan pendapatan tetap sampai ada kejelasan yang lebih besar tentang hasil negosiasi.

"Skenario yang paling mungkin adalah resolusi, mungkin pada jam kesebelas, yang memungkinkan pemerintah federal memenuhi kewajibannya."

Indeks saham AS ditutup turun semalam, dilumpuhkan oleh perkiraan suram dari Home Depot dan data penjualan ritel AS pada April yang menggarisbawahi pengeluaran konsumen lebih lemah.

Fokus makro utama adalah pada angka penjualan ritel AS, kata ekonom ING. "Ini benar-benar muncul di ujung bawah ekspektasi meskipun beritanya beragam, dengan angka penjualan utama yang lebih rendah tetapi angka penjualan inti yang lebih tinggi mengaburkan pesan."

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan perlambatan ekonomi AS menyusul serangkaian kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve untuk melawan inflasi yang tinggi. Pasar memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga menjelang akhir tahun, menurut alat CME FedWatch, tetapi beberapa pejabat Fed tetap berpegang pada retorika hawkish.

Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan bahwa Fed perlu tetap "super kuat" dalam memerangi inflasi sekalipun tingkat pengangguran mulai meningkat di akhir tahun, sementara Presiden Federal Reserve Chicago Austan Goolsbee mengatakan masih terlalu dini untuk membahas pemotongan suku bunga.

Sementara itu, indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam saingannya, naik 0,01 persen menjadi 102,61, beringsut lebih dekat ke level tertinggi lima minggu di 102,75 yang disentuh pada Senin (15/5/2023).

Yen Jepang melemah 0,05 persen menjadi 136,47 per dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,248 dolar, turun 0,04 persen pagi ini.

Minyak mentah AS turun 0,31 persen menjadi diperdagangkan di 70,64 dolar AS per barel dan Brent turun 0,29 persen menjadi diperdagangkan di 74,69 dolar AS per barel, karena kenaikan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah AS memicu kekhawatiran permintaan di tengah data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan dari AS dan China, dua konsumen minyak terbesar dunia.

Baca juga: Saham Asia tertekan data lemah China, Topix tembus tertinggi 33 tahun
Baca juga: Saham Asia naik tipis, investor tunggu data China dan pembicaraan Fed
Baca juga: Saham Asia dibuka melemah, bersiap untuk keputusan suku bunga China


 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023