Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam terbesar dan tertua di Indonesia yang memiliki peran dan posisi strategis dalam upaya perlindungan anak Indonesia
Yogyakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta pesantren menjadi model lembaga pendidikan yang berperan aktif mengupayakan pencegahan tindak kekerasan pada anak.

"Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam terbesar dan tertua di Indonesia yang memiliki peran dan posisi strategis dalam upaya perlindungan anak Indonesia," ujar Menteri Bintang Puspayoga saat mengunjungi Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, pesantren memiliki peran besar mencegah kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan, karena keterlibatan agama memiliki pengaruh kuat dalam perlindungan anak.

Selain itu, lanjutnya, pesantren memiliki posisi strategis. Mengacu data dari Kementerian Agama (Kemenag), jumlah pesantren di seluruh Indonesia mencapai 36 ribu dengan 3,4 juta santri aktif dan 370 ribu pengajar, baik kiai, ustadz, dan ustadzah.  Dengan demikian pesantren memiliki pengaruh kuat dalam disiplin dan pola asuh. 

Baca juga: Menteri PPPA minta pengelola ponpes tegakkan aturan sekolah ramah anak

Kementerian PPPA, kata dia, memiliki perhatian khusus untuk mendorong terbentuknya pesantren serta madrasah ramah anak dan menyenangkan bagi pertumbuhan anak dalam melewati masa-masa remaja.

"Dengan demikian anak-anak dapat meningkatkan prestasi jauh lebih baik lagi dalam belajar maupun aspek kemampuan lainnya," ujarnya.

Karena itu Menteri Bintang mendukung penuh dan mengapresiasi inisiatif Madrasah Muallimat Muhammadiyah membentuk Pesantren Perempuan Cinta Anak sebagai turunan dari program Pimpinan Pusat 'Aisyiyah.

Ia berharap pola asuh serta pendidikan anak yang berlangsung dengan baik di Pesantren dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta mampu menginspirasi pesantren lain di Tanah Air.

Maraknya informasi terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak yang muncul akhir-akhir ini, menurut dia, menunjukkan masyarakat, termasuk media, mulai memiliki kesadaran terhadap segala bentuk tindakan yang mengarah pada kekerasan atau perlakuan salah pada anak.

Baca juga: Cegah kekerasan, Kemenag sosialisasi buku panduan pesantren ramah anak

"Isu perempuan dan anak ini adalah isu yang sangat kompleks dan multisektoral, tidak hanya bisa ditangani oleh pemerintah. Perlu sinergi kerja sama baik dengan tokoh agama, tokoh adat, dan seluruh lapisan masyarakat," kata dia.

Direktur Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta Unik Rasyidah menuturkan madrasah yang dirintis oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan itu sejak awal berkomitmen menerapkan pola pendidikan nir-kekerasan.

Dalam tata tertib madrasah, kata Unik, secara tegas mengatur bahwa guru maupun tenaga kependidikan tidak diperkenankan melakukan proses pendidikan dengan cara kekerasan.

"Baik memukul atau mencubit tidak diperkenankan. Selain itu para santriwati juga kami bekali pelatihan-pelatihan terkait kesehatan mental, isu reproduksi termasuk memberi pemahaman efek dari pernikahan dini," ujar Unik Rasyidah.

Baca juga: Muhammadiyah perluas madrasahnya
Baca juga: Presiden tinjau infrastruktur Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah DIY



 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023