“Selamat kepada seluruh pemain, atlet, ofisial, semuanya, ini kerja yang betahun-tahun, yang berkesinambungan kompetisinya, kemudian masuk ke training camp, saya kira ini sangat bagus sekali,” ucap Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Si Bolang Durian, Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara, pada Selasa malam, (16/5/2023). ANTARA/HO-BPMI Setpres-Muchlis Jr/pri. (ANTARA/HO-BPMI Setpres-Muchlis Jr)

Presiden Joko Widodo pun merasa perlu untuk menyebut batas angka 69 sebagai jumlah medali emas yang harus diraih kontingen Indonesia.

Medali ini seharusnya yang paling bisa dipakai sebagai parameter untuk menilai sukses tidaknya seorang atlet, sebuah tim, dan keseluruhan kontingen. Paradoksnya, justru demi medali, yang menjadi penjelasan kuantitatif tentang prestasi ini, terkadang berbagai upaya dilakukan.

Pengadaan cabang olahraga “aneh” oleh setiap tuan rumah adalah manifestasi dari ambisi ingin mengeruk medali itu. Di atas tabel klasemen medali, ia bisa bertepuk dada sebagai juara, meskipun hakikatnya melanggar prinsip-prinsip sportivitas, jalan yang harus ditempuh oleh sang juara sejati.

Fenomena ini barangkali tak jauh beda dengan survey-survey politik yang berusaha memainkan statistik demi syahwat kekuasaan.

#Beyondthegames pun jadi pedang bermata dua persis seperti yang dikatakan Friedrich Nietzsche bahwa "apa pun yang dilakukan karena cinta selalu berlangsung melampaui baik dan jahat." Jika postulat ini dipakai dalam konteks bibir memar Pak Manajer, maka baik yang memukul maupun yang dipukul tidak bisa dilabeli sebagai "si baik" atau "si jahat" sejauh itu dilakukan karena cinta pada negara.

Tentu banyak yang tidak setuju bahkan anti pada Nietzsche, tetapi apa yang dilakukan Sumardji yang meniadakan batas siapa yang salah dan siapa yang benar dalam insiden bibir pecahnya adalah sebuah pengejawantahan dari #beyondthegames yang elok. Ia mengaku dirinyalah yang telah meminta maaf ke manajemen Timnas Thailand dan dia pun tak mempermasalahkan ada tidak adanya permintaan maaf dari ofisial tim sepak bola negeri Gajah Putih itu.

Meski mengalami luka di bibir, Sumardji bisa tersenyum dan mungkin itu salah satu senyum paling renyah sepanjang hidupnya, sama dengan jutaan senyum masyarakat Indonesia yang bahagia karena pahlawan mereka telah memberikan kebanggaan lagi setelah 32 tahun menunggu.

Baca juga: Tim sepak bola akhiri penantian medali emas SEA Games 32 tahun
Baca juga: Presiden Jokowi sambut akhir penantian emas sepak bola putra SEA Games

Copyright © ANTARA 2023