Jakarta (ANTARA) - Dalam obrolan impromptu pada Minggu pagi itu Natalia Tjahja tak pernah berhenti mengucap syukur kepada Tuhan atas kehidupannya yang penuh dengan "miracle" atau keajaiban.

Kepada ANTARA, perempuan yang meninggalkan dunia bisnis dan menjadi pegiat sosial itu, mengutarakan bahwa baru-baru ini ia mendapat kehormatan dari badan tertinggi di Asia Tenggara untuk olahraga disabilitas, ASEAN Para Sports Federation untuk memberi warna pada kompetisi atlet penyandang disabilitas dua tahunan di kawasan ini.

Natalia bukanlah seorang atlet maupun perempuan berkebutuhan khusus yang bersaing kompetitif dalam ajang Para Games. Sebelum sampai pada perjalanannya yang sekarang, ada satu peristiwa yang menjadi titik balik kehidupannya.

Natalia menjadi seorang ibu setelah putrinya yang bernama Maria Monique lahir ke dunia pada 5 Juli 1998 silam.

Namun, sejak putri satu-satunya menderita sakit infeksi paru-paru pada usia muda, segala upaya ditempuh Natalia sampai harus meninggalkan semua untuk pengobatan dan perawatan anaknya di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura pada 2006.

Manusia berupaya, namun takdir adalah hak Sang Pencipta yang menginginkan Maria Monique lebih dahulu berpulang.

"Ma, jelajahi dunia, temukan anak-anak yang kurang beruntung, dan beri mereka kebahagian."

Itu merupakan pesan terakhir dari Maria Monique untuk sang ibunda.

Sejak itu, Natalia ingin mewujudkan keinginan terbesar putrinya itu yang menjadi inspirasi baginya mendirikan Maria Monique Last Wish Foundation, suatu yayasan yang membantu anak-anak sakit dan kurang mampu, pada 22 Desember 2006.

"Tuhan yang berikan, Tuhan pula yang mengambil," kenang Natalia.

Tak terhitung sudah berapa banyak anak-anak di seluruh dunia yang telah terbantu oleh pesan terakhir Maria Monique.

Natalia lewat yayasannya telah menyalurkan bantuan mulai dari mainan, sepeda, kursi roda hingga kaki palsu kepada anak-anak di Tanah Air dan di berbagai belahan dunia seperti China, Vietnam, India, Afrika Selatan hingga korban badai di Haiti.

"Hidup saya 24 jam untuk napas anak-anak dan orang-orang disabilitas, sakit dan yang hampir meninggal," kata Natalia.

"Hari ini untuk Mae," kata dia sembari menunjukkan foto seorang balita yang berbaring di kasur dengan selang medis terpasang di hidungnya.

"Ia perlu oksigen non-stop setiap hari dan sekarang ini menggunakan ventilator."

Baca juga: Menatap Asia Tenggara dari kacamata olahraga penyandang disabilitas

Pada perjalanannya, perempuan kelahiran Semarang yang menginjak usia kepala lima itu, tidak hanya mencurahkan waktu dan tenaganya untuk memenuhi kebutuhan mendasar anak-anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga bagaimana mencoba menginspirasi mereka untuk menembus batas dan berprestasi.

Dunia kreatif dan olahraga menjadi pendekatan yang ia pilih dan pada 2019, Natalia sukses melakukan pemutaran perdana film dokumenter nirlaba yang ia sutradarai berjudul Boccia.

Film tersebut merekam perjuangan para atlet disabilitas dari 10 negara yaitu Malaysia, Singapura, Indonesia, Taipei, India, Korea, Filipina, Jepang, Korea dan China yang terdorong keinginan berprestasi seperti atlet-atlet normal meraih medali untuk mengharumkan negara mereka dan menjadi juara dunia.
Natalia Tjahja (baris belakang, empat dari kanan) bersama kru film dan sejumlah atlet para boccia Korea Selatan melakukan pengambilan gambar film dokumenter nirlaba berjudul Boccia di Icheon Training Center, Korsel. (ANTARA/HO via Natalia Tjahja)

Kemudian pada ajang ASEAN Para Games 2022 di Solo, Natalia menerjemahkan kecintaannya terhadap atlet-atlet disabilitas menjadi alunan musik dan nyanyian yang berjudul "S for E".

Merupakan kependekan dari Strifing for Equality, atau berjuang untuk kesetaraan, "S for E" menjadi lagu tema ofisial pesta olahraga disabilitas se-Asia Tenggara yang digelar pada Juli tahun lalu.

Rupanya, lagu itu mendapat apresiasi dari ASEAN Para Sport Federation, induk organisasi gerakan paralimpik di kawasan Asia Tenggara.

"Waktu itu saya bertemu dengan Kolonel Senior Wandee Tosuwan, selaku Sekjen APSF. Dia tahu kami menyanyikan lagu kami di Solo dan terkesan," kata Natalia.

Menyusul kesuksesan pelaksanaan ASEAN Para Games 2022 di Solo dalam mengirimkan pesan kebersamaan dan inklusivitas, APSF ingin meneruskan kolaborasinya dengan Natalia dan Maria Monique Last Wish Foundation untuk terus memperjuangkan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas.

Sebagai tindak lanjutnya, APSF menggandeng Natalia untuk menciptakan "anthem" untuk olahraga disabilitas di kawasan Asia Tenggara.

"Kolonel Wandee meminta saya, 'mau enggak buatkan lagu untuk ASEAN Para Sport?'," kenang Natalia.

Mendapat tawaran itu, ia pun langsung mengiyakan meskipun sebelumnya tidak tahu kalau lagi tersebut bakal dijadikan "anthem" yang akan diputar pada setiap ajang olahraga di bawah naungan APSF.

Lalu lahirlah lagu yang berjudul " The Greatest Love of APSF".

Selaku pencipta lagu, Natalia menggandeng kembali sejumlah musisi yang ia libatkan pada lagu sebelumnya seperti penyanyi nasional Delon dan Ricardo Ryo, penata musik dari Jepang Yukina Mebuki, dan kali ini dibantu penyanyi asal AS Jahna Perricone.

Bahkan Presiden APSF Mayor Jenderal Osoth Bhavilai asal Thailand terjun langsung dan terlibat dalam proses rekaman "anthem" tersebut.

"Terciptanya 'anthem' APSF ini adalah pertama kalinya dalam sejarah dan merupakan sebuah tonggak penting dalam semangat inklusivitas bagi olahraga disabilitas," kata Wandee dalam keterangan resminya.

Musik instrumental dari "The Greatest Love of APSF" telah diluncurkan dan diputar saat pawai obor SEA Games 2023 di Siem Reap, Kamboja pada Maret tahun ini, yang disaksikan oleh Raja Kamboja Norodom Sihamoni.

Sedangkan versi "anthem" dengan liriknya bakal debut pada upacara pembukaan ASEAN Para Games 2023 pada Juni bulan depan, selain juga akan diputar pada setiap seremoni penghormatan bendera APSF dan pengalungan medali para atlet di ajang tersebut.

"Kita melihat perjalanan para atlet yang berjuang keras untuk negaranya, jadi kita merasa satu keluarga ASEAN untuk berjuang bersama-sama," kata Natalia soal apa yang menjadi inspirasi baginya menciptakan lagu tersebut.

"Ini lagu yang memberikan semangat dan motivasi melihat perjuangan atlet-atlet difabel. Kita akan bersatu dalam perjuangan dan persatuan
agar dunia melihat ASEAN Para Games."

Sekali lagi, Natalia tak berhenti kagum dengan "keajaiban" dalam kehidupannya, yang telah membawanya sampai ke titik sekarang ini.

"Ini bentuk keimanan saya. Setelah meninggalnya Maria Monique, seperti ada bisikan dalam hati saya," kata Natalia yang mendedikasikan hidupnya untuk orang-orang yang memerlukan bantuannya.

Lewat ajang ASEAN Para Games, yang tahun ini berlangsung 3-9 Juni di Kamboja, Natalia berharap stigma dan persepsi negatif dari orang-orang dengan disabilitas dapat dihilangkan dengan menunjukkan ketrampilan dan prestasi, alih-alih kekurangan mereka.

Hal itu juga sejalan dengan cara ASEAN dalam mempromosikan kesetaraan dan inklusivitas, sekaligus interaksi positif antara orang-orang dengan disabilitas dengan masyarakat, membantu memahami bahwa mereka yang hidup dengan keterbatasan juga ingin menjalani hidup dengan harmonis tanpa adanya diskriminasi.


Baca juga: Jokowi berikan bonus Rp309 miliar bagi atlet ASEAN Para Games XI
Baca juga: Mutiara gunduli kepala penuhi nazar raih emas APG 2022

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2023