Kupang (ANTARA News) - Pemerintah Australia sejak Januari hingga awal Juni 2006 telah mendeportasi 1.182 Warga Negara Indonesia (WNI) yang umumnya adalah para nelayan tradisional atas tuduhan memasuki perairan negara itu secara ilegal. Mereka dideportasi dari Australia ke Indonesia dengan angkutan udara melalui Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), ungkap Gubernur NTT Piet A Tallo di Kupang, Jumat. "Wilayah kita seakan menjadi tempat persinggahan para deportan dari Australia juga lokasi penampungan WNI yang dievakuasi dari Dili, Timor Timur akibat terus memanasnya situasi keamanan di ibukota negara itu," katanya ketika menggambarkan posisi pulau-pulau di NTT dalam rapat para bupati/walikota se-NTT. Dari 27-30 Mei, WNI yang dievakuasi dari Dili melalui udara dengan menggunakan dua buah pesawat Hercules milik TNI-AU menuju Kupang tercatat 1.400 orang. Setelah ditampung di lokasi Arena Promosi Kerajinan Rakyat NTT di Fatululi Kupang, mereka kemudian di pulangkan ke daerah asalnya masing-masing, baik di luar maupun di dalam wilayah Provinsi NTT. Gubernur Tallo menduga, pulau-pulau terluar di NTT yang berbatasan langsung dengan Australia kemungkinan besar digunakan oleh para nelayan Indonesia sebagai lokasi transit sebelum menyeberang ke Laut Timor untuk mencari ikan dan biota laut lainnya. Wilayah perairan yang kaya dengan ikan dan biota laut lain, menurut keterangan para nelayan yang sudah dideportasi, berlokasi di sekitar Pulau Pasir yang populer disebut Australia sebagai Ashmore Reef setelah menjadikan kawasan itu sebagai bagian dari cagar alam. Sejak dahulu kala sebelum Australia menduduki wilayah Kepulauan Pasir yang berjarak hanya beberapa mil laut dari Pulau Rote di selatan NTT, kawasan tersebut menjadi lahan kehidupan para nelayan tradisional Indonesia asal Pulau Rote dan Sulawesi. Hingga kini, orang Rote masih tetap mengklaim Pulau Pasir sebagai miliknya karena di sana ada kuburan nenek moyang mereka. Pulau itu menjadi tempat peristirahatan para nelayan tradisional Indonesia setelah kelelahan mencari ikan di perairan di sekitarnya. Para nelayan tradisional Indonesia yang umumnya tidak mengetahui secara persis batas wilayah perairan Indonesia dan Australia itu sering dijebak oleh patroli Angkatan Laut Australia dengan menuduh mereka telah memasuki wilayah perairan mereka secara ilegal. Gubernur Tallo mengatakan, deportasi WNI dari Australia hingga Juni 2006 ini merupakan yang terbanyak jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1.012 orang dan tahun 2004 yang hanya mencapai 294 orang.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006