... hubungan hangat dapat mengurangi depresi dan menjadi sarana untuk melepaskan stres.
JAKARTA (ANTARA) - Merawat adiyuswa (lansia) bukan sekadar mengurus kesehatan dan kesejahteraan mereka secara fisik. Lebih dari itu, menjaga perasaan dan mentalnya merupakan pekerjaan yang sangat menantang. Kesabaran seluas samudera menjadi modal utama dalam mendampingi lansia dengan beragam problematikanya.

Hanya pribadi-pribadi istimewa yang sanggup menunaikan tugas mulia dalam membahagiakan lansia.

Dalam mengurus adiyuswa, Pemerintah pun hadir dengan berbagai program sosial dan pemberdayaan yang ditujukan agar para warga negara senior itu bisa sejahtera di usia tua. Bahkan untuk mengapresiasi jasa para lansia dan menghormati keberadaannya, Pemerintah menetapkan tanggal 29 Mei sebagai Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN). Presiden (saat itu) Soeharto mencanangkan Hari Lansia kali pertama di Semarang pada tahun 1996.

Pada perayaan Hari Lansia Nasional kali ini, Kementerian Sosial mengusung tema: “Lansia Terawat, Indonesia Bermartabat”, yang acara puncaknya digelar hari ini di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.

Bila urusan kesejahteraan lansia Pemerintah turut turun dalam penanganannya, maka perawatan harian mereka menjadi tugas anggota keluarga atau tanggung jawab sosial warga masyarakat secara kifayah. Mengapa kifayah, karena ketika ada lansia telantar dalam suatu lingkungan, bisa menjadi “dosa” bersama bagi masyarakat di sekitarnya.

Meski merupakan tanggung jawab bersama, tentu saja kewajiban utama merawat lansia ada pada anak cucu atau anggota keluarganya.

Konflik internal keluarga tak jarang terpantik oleh sebab masalah pengurusan orang tua yang telah berusia lanjut di sebuah rumah tangga. Karena mengurus lansia dirasa sebagai beban  sehingga aksi saling lempar tanggung jawab lazim terjadi. Anggota keluarga yang dianggap kurang berdaya, bisa jadi malah mendapat limpahan tugas untuk merawat orang tua.

 

Problematika lansia

Adiyuswa, selain (umumnya) telah lemah terkait kondisi raga, juga kerap mengidap berbagai masalah kesehatan baik fisik maupun mental. Belum lagi persoalan kestabilan emosi, yang biasa digambarkan seperti kembali layaknya anak-anak.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 15 persen orang berusia 60 tahun menderita gangguan mental. Beberapa jenis gangguan mental yang umum menjangkiti lansia adalah alzheimer, demensia, dan depresi. Sekitar 47,5 juta orang di dunia menderita demensia dan diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada 2050.

Sedangkan pada kesehatan fisik, tercatat sekitar 92 persen lansia menderita sedikitnya satu penyakit kronis dan 77 persen menderita dua penyakit kronis, termasuk jantung, stroke, diabetes, dan kanker.

Selain problem kesehatan, sejumlah masalah yang sering mengintai lansia di antaranya keterasingan sosial dan kesepian, serta terkadang dilecehkan karena dianggap tidak berguna. Lansia yang umumnya tidak lagi bekerja secara produktif juga mengalami kerawanan finansial dan pada jangka lama berujung menderita malanutrisi.

 

Tantangan ganda

Mendampingi dan merawat adiyuswa bukanlah perkara mudah untuk ditunaikan, mengingat kondisi kesehatan fisik maupun mentalnya. Seperti mengurus pasien yang rewel, begitulah gambaran umum merawat lansia.

Ketelatenan mutlak dibutuhkan untuk mengurus tubuh rentanya, sedangkan keikhlasan dan kesabaran sangat berperan dalam mendampingi manula yang biasanya “baperan”, sensitif dengan tingkat ketersinggungan yang tinggi.

Untuk menaklukkan tantangan ganda dalam merawat manula, beberapa panduan berikut barangkali bisa membantu:

1. Memahami dengan empati. Bila Anda merasakan beratnya mengurus lansia, maka cobalah bayangkan bagaimana beratnya menjadi lansia. Bagi mereka, tidaklah mudah menerima kenyataan bahwa dirinya telah tua dan (merasa) tidak berguna, kehilangan banyak hal yang tak mampu dinikmatinya lagi sebagaimana dia selagi muda.

2. Mengimbangi. Manula dengan dinamika emosinya yang tidak stabil, jangan sekali-kali ekspresi verbal dan nonverbalnya diambil hati. Biarkan dia mengekspresikan diri sesukanya, tugas pendamping adalah mengimbangi. Seperti halnya terhadap anak kecil, kepada lansia juga berlaku aturan “jangan banyak larangan”. Imbangilah, ketika dia berperilaku seperti anak kecil, kita juga mengikuti, tak perlu malu meski tampak konyol.

3. Menghibur. Lakukan hal-hal kecil yang membuatnya gembira. Terkadang mereka bisa tertawa terkekeh-kekeh hanya dengan lelucon remeh-temeh atau cerita (yang padahal) tidak menarik.

4. Mendengar. Mendampingi manusia senior jangan bersikap dominan. Dengarkan apa yang mereka mau, dengarkan apa saja yang dia katakan dan ceritakan, meski redundant atau berulang-ulang. Jangan pernah dibantah apalagi didebat, orang tua bisa menyimpan kesakitannya hingga masa yang sangat lama. Salah satu kebutuhan mereka adalah ingin didengar, dengan begitu dia merasa berarti.

5. Ladang ibadah. Menunaikan sesuatu yang tidak mudah dapat diperingan dengan spirit yang benar. Mengasuh orang tua (lansia) dengan ragam tantangan, jadikan itu sebagai ladang ibadah agar tidak terasa lelah betapa pun beratnya.

 

Para ibu di Komplek Inkopad Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, rutin mengikuti kegiatan olahraga sebagai investasi kesehatan. ANTARA/Sizuka
Hubungan hangat

Adalah kunci menjadi bahagia, yang juga berlaku bagi adiyuswa. Profesor Klinis Psikiatri di Harvard Medical School, Robert J. Waldinger dalam buku The Good Life: Lessons from the World's Longest Study on Happiness, yang disusun bersama Marc S. Schulz, mengungkapkan bahwa orang yang paling bahagia adalah mereka yang memiliki hubungan baik dengan orang lain.

Relasi yang berkualitas, tentu saja dapat membebaskan para lansia dari rasa keterasingan dan kesepian, momok paling menakutkan bagi generasi yang memasuki masa akhir perkembangan itu. Dukungan dari orang sekitar agar para adiyuswa terus terhubung dengan banyak kalangan juga diperlukan. Dengan begitu, mereka bisa merasa tetap eksis.

Profesor Waldinger melakukan penelitian mengenai apa yang membuat orang bahagia itu dalam rentang waktu cukup lama (1938-2015) pada orang yang sama, dengan audiens mulai dari anak-anak, remaja sampai para responden beranjak tua bahkan sampai melibatkan keturunan mereka. Dari studi terlama itu, membuktikan bahwa hubungan hangat dapat mengurangi depresi dan menjadi sarana untuk rilis stres.

Selain hubungan hangat, berbagai investasi juga perlu dimiliki seorang adiyuswa agar menjadi individu tangguh di masa senjanya.

Inilah investasi yang sebaiknya telah dipersiapkan jauh sebelum masa tua itu tiba.

- Gaya hidup sehat. Dengan menerapkan gaya hidup sehat sejak muda, maka kelak ia akan berlanjut menjadi lansia sehat dan memperkecil kemungkinan akan memanen penyakit di masa tua. Dalam hal ini, Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi) Nina Kemala Sari pun pada perayaan Hari Lansia Senin siang (29/5) di Jakarta mengajak kelompok lansia agar aktif bergerak untuk mencegah terjangkit penyakit.

- Aktif berorganisasi. Merupakan langkah investasi dalam membangun jaringan pertemanan yang bila terus dirawat akan menjadi aset di masa pensiun. Berikutnya para pensiunan juga masih bisa aktif dalam berbagai komunitas yang membuatnya terus beraktivitas. Banyak studi mengungkapkan bahwa orang yang selalu aktif bergerak dan berpikir, akan mengurangi potensi kepikunan.

- Keamanan finansial. Yang ini investasi riil dalam konteks keuangan. Meski kemungkinan seseorang ketika tua akan dirawat oleh anak cucu atau anggota keluarga, individu berjiwa mandiri perlu mempersiapkan sendiri investasi demi keamanan finansial saat nanti tak lagi bekerja dan mempunyai penghasilan.

Setidaknya dengan beberapa persiapan yang baik, seseorang dapat menyongsong masa tua lebih percaya diri, kemudian menjadi lansia bermartabat karena tidak terlalu bergantung atau menjadi beban bagi orang di sekitarnya apalagi pemerintah.

Selamat Hari Lansia.




 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023