Setelah anak- anak mengaji terjadi perubahan pada perilaku. Begitu bertemu orang tua, mereka uluk salam dan mencium tangan
Nusa Dua, Badung (ANTARA) -
Pada suatu siang yang terik, suasana Perumahan Raya Kampial, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, tampak lengang dan sepi. Maklum, hawa udara saat itu tidak bersahabat bagi orang-orang untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Bahkan, anak-anak yang biasanya bergerombol bermain layang-layang, pun tak terlihat.
 
Namun, di ujung perumahan tersebut puluhan pasang sandal menumpuk di depan sebuah bangunan yang tampak seperti rumah, luasnya sekitar 102 meter persegi. Puluhan anak usia sekolah dasar hingga SMP yang mengenakan kopiah dan baju koko terlihat antusias mengikuti arahan dari seorang pria dewasa, berkumis, berkulit hitam, dan masih berseragam polisi.
 
Pria itu tak lain polisi yang telah mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Asy-Syifa Bripka Jono, anggota Banum 1 Sipatwal Airud Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Bali. Pak Jono, demikian orang memanggilnya, sudah 18 tahun mengajar dan memberikan pengetahuan agama bagi anak-anak di Taman Pendidikan Al-Qur’an Asy-Syifa. Selama waktu itu pula dia menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah yang merasakan jatuh bangun memperjuangkan sebuah tempat pengajian di sebuah Pulau Seribu Pura atau The Island of Thousand Temples, julukan untuk Pulau Bali.
 
Kondisi masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, tak pernah melunturkan cita-cita Bripka Jono untuk mendirikan sebuah taman pendidikan Al Quran, yang bertujuan agar anak-anak di daerahnya mampu membaca, menulis, menghapal, dan mengamalkan kandungan kita suci itu.
 
 
Awal mula mendirikan TPQ

Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa berdiri pada tahun 2005 silam. Sebelum memiliki tempat belajar seperti yang ada sekarang ini, anak-anak mengikuti pengajaran di sebuah rumah milik warga bernama Ustadz Ruslan (alm). Kerukunan umat Islam yang ada di daerah itu meminta Ustadz Ruslan dan istrinya untuk memfasilitasi dan mengajar anak-anak.
 
Pengajaran tersebut berlangsung selama 5 tahun hingga pada tahun 2010 Ustadz Ruslan pindah ke Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Selang beberapa tahun kemudian, berdasarkan kesepakatan dengan umat di daerah itu, Bripka Jono memutuskan membeli rumah tersebut untuk tempat pengajian anak-anak. Setelah jual beli disahkan, barulah rumah tersebut diberi nama Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa.
 
"Awal mula pendirian TPQ ini berawal dari keprihatinan kami di mana anak-anak di SD negeri maupun SMP, ada sekolah yang  menyiapkan guru agama dan ada yang tidak. Selain itu juga, kebutuhan nilai. Jadi, anak-anak ini perlu nilai agama, kalau mengharapkan di sekolah agak susah karena terbatasnya waktu mengajar dan tidak ada guru agama," kata Bripka Jono.
 
Hal lain yang menggerakkan Bripka Jono untuk mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa adalah jauhnya tempat pengajian bagi anak-anak. Di daerah sekitar Kampial Nusa Dua, memang ada masjid, tetapi letaknya yang cukup jauh sehingga membuat orang tua dari anak-anak di perumahan itu kesulitan untuk mengantarkan anak-anak untuk mengaji ditambah lagi kesibukan kerja.
 
Masjid yang tidak jauh dari perumahan Kampial tersebut adalah Masjid Agung Ibnu Batutah yang terletak di Puja Mandala, Nusa Dua, yang berdiri kokoh di samping empat tempat ibadah agama lain seperti Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan Bukit Doa, dan Pura Jagat Natha.

Untuk sampai di Masjid Agung Ibnu Batutah,  anak-anak membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit. Karena itulah, Bripka Jono bersama  Hidayat, Iswana, Gatot, Amer Mahmud, dan lainnya terdorong untuk mendirikan rumah pendidikan yang bisa dijangkau kapan saja oleh anak-anak.

Bripka Jono rela menyisihkan penghasilan sebagai anggota Polri untuk membeli rumah Ustadz Ruslan dengan nilai Rp200 juta dibantu oleh beberapa donatur.
 
Rupanya tak hanya itu saja alasan bagi Bripka Jono untuk mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa. Pengalaman Jono kecil semasa masih tinggal di Batang, Jawa Tengah, juga turut mendorong dirinya terpanggil pada pendidikan agama anak-anak.
 
"Sebetulnya, pengalaman masa kecil saya di Batang juga turut membuat saya jatuh cinta pada pendidikan agama. Saya ingat setiap malam saya rela numpang sepeda onthel milik orang lain agar bisa mengikuti pelajaran di kampung sebelah," kata dia.
 
Bahkan, karena tak punya cukup uang, Jono kecil rela membayar pengajarnya memakai minyak tanah untuk penerangan dari lampu yang dibawakan saat itu dalam perjalanan demi mendapatkan pendidikan agama Islam dari seorang guru yang selalu diingatnya. Bagi Bripka Jono, ilmu agama seperti lampu yang menerangi malam yang berfungsi menerangi pikiran dan perilaku manusia.
 
Bripka Jono sendiri mengaku bangga bisa melakukan aksi kemanusiaan seperti itu dalam kapasitasnya sebagai anggota polisi. Bagi dia, Jono sebagai seorang polisi selalu melekat di mana pun dan apa pun jenis tugasnya. Karena itu, ketika dirinya mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa, itu juga merupakan dedikasinya sebagai anggota Polri untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
 
Di mana pun ia berada, selalu melekat sebagai anggota Polri. Walaupun dalam posisi tidak berdinas dan istirahat di rumah, Jono tetap  dipanggil Pak Polisi.

Ia melihat hal itu sebagai tugas pokok Polri melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, selain menjaga keamanan ketertiban lingkungan masing-masing.
 
Sebagai anggota Polri, ia ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa Polri juga memiliki tugas berkontribusi pada pendidikan masyarakat. Tak hanya peduli pada pendidikan anak-anak, Jono sendiri sering memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti menyosialisasi program pemerintah dan menjadi pembicara dalam acara tertentu.
 
Di Taman Pendidikan Al-Qur'an Asy-Syifa, banyak hal yang diajarkan Bripka Jono, seperti mengaji Al Quran, tahfiz, serta pembinaan dan pembiasaan akhlakul karimah.
 
Selain itu, terdapat juga program tambahan seperti menulis huruf Arab, hapalan surat-surat pendek, doa-doa harian, pembinaan shalat dan zikir, pengetahuan agama Islam, serta pembinaan kreativitas anak.
 
TPQ tersebut memberikan pendidikan mulai dari TK, SD, dan SMP. Untuk SMA, menurut dia, agak sulit karena ketika sudah tamat SMP masuk SMA mereka malu untuk mengaji sehingga pihaknya memberikan wadah sendiri untuk remaja, mengajinya seminggu sekali.
 
Selain mengaji, TPQ Asy-Syifa juga memberikan keterampilan seni, seperti seni rebana yang bernaung di bawah Sanggar Seni Rebana Asy-Syifa Kampial.
 
Anggota polisi yang menyelesaikan Pendidikan Pembentukan Bintara Polisi tahun 2000 di Sekolah Polisi Negara Polda Jawa Tengah tersebut mengatakan dalam mendirikan TPQ ada tantangan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal, seperti kondisi masyarakat yang plural dan kondisi finansial.

Namun, tantangan pertama tersebut justru menjadikan Bripka Jono semakin kokoh berprinsip bahwa TPQ Asy-Syifa menjadi rumah yang mengajarkan damai dan kemajemukan.
 
Dari faktor internal, yang pertama dari pembiayaan karena tidak ada donatur tetap. Jadi, pihaknya berswadaya karena pendidikan anak-anak ini gratis, sedangkan pengajar ada yang mau diberikan dan ada yang tidak mau karena niatnya beribadah. Untuk ATK sudah disiapkan.
 

TPQ dan perubahan sosial 
 
Setelah 18 tahun melalui banyak pasang surut, Bripka Jono mengaku mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan, baik dari kalangan umat Muslim maupun masyarakat yang ada di Perumahan Kampial, Nusa Dua, Badung, Bali.
 
Warga Muslim tentu senang karena tidak jauh untuk mengantarkan anaknya mengaji ... saya tangkap dari warga sini berterima kasih karena telah membuka TPQ Asy-Syifa," katanya.
 
Bripka Jono menceritakan pada awal pendirian TPQ Asy-Syifa, keluarga Muslim yang berjumlah sekitar 80-an keluarga tersebut berpengaruh pada jumlah anak yang ikut pengajian. Pada awalnya, jumlah siswa yang aktif tidak banyak karena sudah terbiasa mengikuti pendidikan di sekolah umum. Namun, jumlah anak yang aktif di TPQ Asy-Syifa saat ini sudah mencapai 70 orang. Puluhan anak tersebut dibimbing oleh tujuh orang pengajar, namun yang selalu aktif hanya lima orang.
 
Dengan dana seadanya, Bripka Jono memberikan upah bagi pengajar meskipun belum sesuai standar UMR. Hal tersebut karena  pembiayaan pendidikan anak-anak di tempat itu berasal dari dana swadaya anggota dan beberapa donatur. Dia berharap makin banyak orang yang mengajar dan membantu pemenuhan kebutuhan ilmu anak-anak di TPQ.
 
Selain mendapatkan apresiasi dari masyarakat sekitar, hal positif yang terbentuk setelah adanya TPQ Asy-Syifa adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri anak-anak. Hal tersebut dinilai positif berdasarkan hasil evaluasi bersama pengurus lingkungan.
 
Contoh kecil. Setelah anak- anak mengaji di sini terjadi perubahan pada perilaku. Sebelum bertemu orang tua, biasanya asal jalan, tapi ketika sudah mengaji di TPQ, melihat orang tua, mereka langsung salam dan mencium tangan dan itu menunjukkan adanya perubahan pada diri anak.
 
Selain itu, minimnya permasalahan yang terjadi di wilayah melibatkan anak-anak tidak terlepas dari adanya TPQ Asy-Syifa. Bripka Jono tak berharap lebih dari pendirian TPQ tersebut.

Bagi dia, mengusahakan pendidikan yang layak bagi anak-anak di wilayah tempat tinggalnya merupakan suatu panggilan hidup sebagai seorang anggota Polri dan umat beriman.
 
Berkat kesetiaan dan pengabdian Bripka Jono, fasilitas TPQ Asy-Syifa yang dulunya hanya terdiri atas satu bangunan rumah, kini telah berkembang menjadi tiga gedung hasil dari swadaya.

Dia bermimpi TPQ Asy-Syifa memiliki fasilitas modern agar kualitas pendidikannya bertambah bagus.




Editor: Achmad Zaenal M

 

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023