Konferensi kali ini menjadi forum tantangan bagi akademisi untuk berkontribusi dalam masalah-masalah dunia
Yogyakarta (ANTARA) - Konferensi Internasional yang digelar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan Netherlands-Indonesia Consortium for Muslim-Christian Relations dan Asosiasi Ilmu Al Qur’an dan Tafsir (AIAT) dengan tema "Kitab Suci Untuk Perdamaian dan Kemanusiaan" mendialogkan kitab suci untuk masalah kekinian.

"Tema ini diambil sebagai tanggung jawab akademisi untuk ikut serta terlibat dalam memahami realita kehidupan yang masih banyak masalah misalnya terorisme, intoleransi, korupsi, ketidaksetaraan gender, ketidakadilan dan masalah sosial lainnya," kata Pelaksana Harian Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. phil. Sahiron dalam keterangan tertulis di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam realita saat ini, masih banyak masalah yang belum mendapatkan penyelesaian yang terbaik, karena itu pihaknya berharap, akademisi harusnya dapat berkontribusi dalam penyelesaian semua permasalahan dunia.

Dengan memahami kitab suci secara kontekstual, lanjut dia, akan dapat menemukan ikatan mengenai kedamaian dan kemanusiaan. Yang semua itu dapat ditemukan baik di Bible, begitu juga di Al-Quran.

"Konferensi kali ini menjadi forum tantangan bagi akademisi untuk berkontribusi dalam masalah-masalah dunia. Bagaimana kita mengkontekstualisasikan teks kitab suci. Kita tidak boleh hanya 'stuck' pada aspek linguistik saja. Tetapi kita harus mencari apa yang ada dibalik teks," kata Sahiron.

Dia juga mengatakan, bahwa teks kitab suci memiliki dua sisi sekaligus, bisa dipahami secara tekstual dan akan menghasilkan produk tafsir yang kurang relevan dengan perkembangan zaman, bisa juga dipahami secara kontekstual agar signifikansinya bisa menuntun kita memperbaiki peradaban dunia saat ini.

Sementara itu, Ketua Panitia Konferensi Internasional, yang juga merupakan Dosen Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Ahmad Rafiq mengatakan konferensi ini  berlangsung selama dua hari dari 20-21 Juni 2023 ini dikemas empat sesi utama dengan pembicara-pembicara yang berasal dari Indonesia, Belanda, Malaysia dan Amerika Serikat.

Menurut dia, para pembicara menyampaikan presentasi tentang tema yang beragam, meliputi hubungan manusia modern dengan teks kitab suci, bagaimana kitab suci bisa diharapkan berbicara tentang isu jender, politik dan sosial, serta bagaimana kitab suci diterima umat beragama.

Kemudian sejumlah pembicara dalam berbagai panel yang berkolaborasi untuk menjelaskan bagaimana semaraknya tafsir Al-Qur’an, baik di belahan dunia Timur dan Barat, menunjukkan bahwa kitab suci masih menjadi pusat peradaban.

Selain empat panel utama, dalam konferensi ini juga dipresentasikan puluhan artikel pilihan, yang dibagi ke dalam 15 sesi paralel, masing-masing mengakomodir empat sampai lima artikel.

Menurut dia, animo yang luar biasa dari para pegiat studi Al-Qur’an dan tafsir ini dapat dilihat dari banyaknya abstrak yang masuk ke meja panitia.

"Saya menyebutnya sebagai "fenomena yang unik", dimana para akademisi tidak hanya sibuk untuk meneliti sejarah formasi teks kitab suci tetapi juga maknanya untuk keperluan audiens kontemporer," katanya.

Baca juga: Pemkot Surabaya berikan 1.339 beasiswa penghafal kitab suci
Baca juga: PM Anwar: Malaysia tidak tolerir tindakan pembakaran kitab suci apapun
Baca juga: LPOI dan LPOK kutuk keras aksi pembakaran Al Quran di Swedia

Pewarta: Hery Sidik
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023