Arus digitalisasi juga membawa risiko di antaranya proteksi data diri dan keamanan siber yang terus menuntut inovasi kebijakan dari pemerintah dan otoritas terkait
Jakarta (ANTARA) - Deputi IV Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin mengimbau masyarakat untuk lebih hati-hati akan risiko kejahatan siber di tengah digitalisasi ekonomi.

“Arus digitalisasi juga membawa risiko di antaranya proteksi data diri dan keamanan siber yang terus menuntut inovasi kebijakan dari pemerintah dan otoritas terkait,” kata Rudy di Jakarta, Rabu.

Dari sisi pemerintah, terdapat landasan hukum keamanan atas data pribadi melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pemerintah juga telah mengimplementasi beberapa aturan turunan yang perlu untuk dikawal bersama. Hal itu ia sampaikan dalam gelaran Open Finance Summit 2023 di Jakarta.

Kemudian, Rudy juga mengimbau para masyarakat juga perlu meningkatkan literasi keuangan di tengah perkembangan keuangan digital saat ini.

Beberapa aspek yang perlu jadi perhatian utama dalam industri keuangan digital yaitu aspek persetujuan konsumen, manajemen perlindungan data, serta adanya audit berlapis tentang perlindungan data yang juga harus dijalankan secara bersamaan.

Managing Director VIDA Indonesia Adrian Anwar membeberkan, sekitar 88 persen serangan siber yang terjadi dalam 3 tahun terakhir, merupakan kejahatan terkait pencurian identitas.

“Sebanyak 88 persen dari serangan siber dalam 3 tahun terakhir sejak pandemi, semua serangan terkait dengan pencurian identitas,” ujar Adrian.

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Djamin Nainggolan memaparkan, untuk menghalau maraknya serangan siber di tengah ekosistem keuangan digital Indonesia, diperlukan adanya kolaborasi antara regulator dan pelaku industri.

Dari segi regulator, dalam proses perancangan kebijakan yang berkaitan dengan keamanan siber (cyber security), regulator perlu untuk melibatkan para pelaku industri dalam perancangan kebijakan tersebut. Begitu juga saat diterapkan, regulator juga perlu melakukan sosialisasi secara luas.

Kemudian dari sisi pelaku industri, diperlukan adanya tindakan proaktif untuk menginformasikan kepada regulator akan peraturan keamanan siber yang dibutuhkan industri keuangan digital saat ini.

“Pelaku industri harus berperan proaktif. Karena kalian yang tahu apa keluhan konsumen, kalian yang tahu praktik pasarnya, dan kalian juga yang tahu teknologinya. Kalian yang tahu apa yang dibutuhkan dalam perlindungan konsumen,” pungkasnya.

Adapun Open Finance Summit 2023 resmi diselenggarakan hari ini di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta Pusat, dengan tema “Unlocking the Next Era of Financial Services” (Menghadirkan Era Baru Layanan Keuangan).

Acara tersebut berkomitmen untuk mendorong perkembangan di industri jasa keuangan di Indonesia melalui diskusi mengenai berbagai inovasi dari industri Open Finance. Selain itu, acara itu turut dihadiri oleh direksi, pemimpin, inovator, regulator dan perusahaan rintisan berikut dengan unicorn masa depan.

Baca juga: OJK: Keamanan data dalam transaksi keuangan digital jadi tantangan
Baca juga: Sekjen ASEAN soroti perlunya berbagi informasi perangi kejahatan siber


Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023