Kekerasan itu telah mempengaruhi kemampuan kami menjalankan operasi kemanusiaan."
Khartoum (ANTARA News) - PBB hari Minggu mengungkapkan kekhawatiran yang dalam atas perang suku mematikan di Darfur, Sudan, yang telah mengganggu upaya-upaya bantuan bagi puluhan ribu orang yang mengungsi akibat kekerasan sebelumnya.

Penduduk di kota El Sireaf mengatakan, tembakan senapan mesin berat dan granat roket milisi Arab membakar rumah-rumah dan menewaskan lebih dari 50 orang pada Sabtu.

"Kami sangat khawatir atas kekerasan itu," kata Damian Rance dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) kepada AFP.

"Kekerasan itu telah mempengaruhi kemampuan kami menjalankan operasi kemanusiaan," tambahnya.

Sekitar 100.000 orang terlantar atau sangat terpengaruh oleh pertempuran di Darfur sejak awal Januari antara suku Rezeigat dan saingan Arab dari kelompok Beni Hussein di daerah pertambangan emas Jebel Amir di negara bagian Darfur Utara.

Penduduk masih terlantar di sebuah kawasan luas namun sebagian besar dari mereka tiba di kota El Sireaf, dimana terjadi pertempuran pada Sabtu.

Konvoi-konvoi bantuan masih bergerak di daerah sekitarnya namun "kami tidak memiliki akses menuju kota El Sireaf" karena pertempuran, kata Rance.

Bentrokan-bentrokan antara pasukan Sudan dan gerilyawan masih terus berlangsung di Darfur meski misi penjaga perdamaian terbesar dunia UNAMID ditempatkan di wilayah Sudan barat itu.

Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000.

Pemerintah Sudan menandatangani sebuah perjanjian perdamaian sponsoran Qatar dengan sebuah aliansi kelompok pemberontak pada 2011, namun kelompok-kelompok besar menolaknya.

Kelompok gerilya utama Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menolak perjanjian itu, yang ditandatangani Sudan dan Gerakan Keadilan dan Kebebasan (LJM), sebuah kelompok pemberontak lain di Darfur.

JEM adalah satu dari sejumlah kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat di Darfur.

Perpecahan di kalangan pemberontak dan pertempuran yang terus berlangsung menjadi dua halangan utama bagi perundingan perdamaian yang berlangsung sejak 2003 di Chad, Nigeria dan Libya, sebelum pindah ke Doha.

Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar al-Bashir pada 2009 atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat. Bashir juga dituduh melakukan genosida dalam surat perintah penangkapan selanjutnya.

Bashir telah membantah tuduhan-tuduhan pengadilan Den Haag dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menjatuhkannya. Surat perintah penangkapan itu merupakan yang pertama dikeluarkan pengadilan internasional tersebut terhadap seorang kepala negara yang aktif. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013