... aku cinta padamu!... "
Yangon (ANTARA News) - Uskup Agung Desmond Tutu bertemu sesama pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, Selasa, dalam kunjungan ke Myanmar. Mereka juga membicarakan pembangkang, yang dipenjarakan penguasa pada masa lalu.

Kedua pemenang Nobel itu bertemu secara tertutup di kediaman Suu Kyi di tepi danau di Yangon tempat pegiat Myanmar itu dikurung bertahun-tahun lebih dari dua dasawarsa dalam perjuangannya untuk demokrasi, kata saksi di tempat kejadian.

Seorang pejabat Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi mengatakan, veteran aktivis itu telah kembali dari tugas di ibu kota Naypyidaw untuk memenuhi Tutu, yang tiba di negara itu, Senin. Dia tidak mengungkapkan rincian pembicaraan mereka.

Sebelumnya Tutu bertemu tahanan politik yang ditahan di bawah rezim militer sebelumnya, yang diganti pada 2011 oleh pemerintah kuasi-sipil yang melakukan perubahan besar termasuk pembebasan ratusan aktivis yang dipenjarakan.

"Dia juga menanyakan apa yang kami pikirkan mengenai proses reformasi di Myanmar," memenjarakan mantan pembangkang Toe Kyaw Hlaing kepada AFP.

"Dia juga ingin kita menyampaikan salam dan rasa hormatnya kepada tahanan politik yang ia tidak dapat ditemui hari itu, dan mereka yang masih di penjara," katanya.

Dia menambahkan, kelompoknya memperkirakan lebih dari 200 tahanan politik tetap berada di balik jeruji besi.

Tutu, yang memenangkan Hadiah Nobel pada 1984 untuk perannya dalam memerangi apartheid di Afrika Selatan, adalah pendukung kuat perjuangan Suu Kyi untuk demokrasi selama bertahun-tahun berada di tahanan rumahnya.

Pada September 2011, hampir setahun setelah dia dibebaskan, Tutu, 81 tahun yang flamboyan menyatakan "aku cinta padamu!" kepada aktivis Myanmar dalam pembicaraan jaringan video.

Pada saat itu Tutu mengatakan ia akan mengunjungi Myanmar ketika Suu Kyi diresmikan sebagai kepala pemerintahan.

Sejak itu Suu Kyi telah memasuki parlemen bersama puluhan anggota partainya yang pernah dikucilkan setelah pemilu sela yang bersejarah pada April 2012, yang dipandang sebagai langkah penting dalam reformasi Myanmar.

Suu Kyi, yang dikenal sebagai Lady di negara asalnya, juga memulai lawatan ke beberapa negara tahun lalu sebagai tanda kepercayaan dirinya dalam perubahan di Myanmar.

Pemimpin oposisi ke Norwegia pada Juni untuk akhirnya menyampaikan pidato penerimaan Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan kepadanya pada 1991.

Dia tidak dapat mengambilnya secara pribadi selama 21 tahun karena kekhawatiran para jenderal Myanmar tidak akan membiarkan dia kembali ke negaranya.

Tutu dijadwalkan akan memberikan pidato di American Centre di Yangon pada Rabu, kata sumber-sumber kedutaan Amerika Serikat.

(H-AK/B002)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013