Kita adalah negara dengan karbon yang sangat kaya. Kami mengapresiasi upaya pemerintah mendorong kebijakan melalui pembangunan rendah karbon ....
Jakarta (ANTARA) - Pengusaha nasional John Riady menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengekspor karbon sebagai hasil penurunan emisi, terutama terkait pencapaian target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan usaha sendiri pada 2030.

Menurut dia, saat ini Indonesia masih mengekspor batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan komoditas lainnya, namun ke depan memiliki peluang yang luar biasa besar dalam hal ekspor karbon.

"Kita adalah negara dengan karbon yang sangat kaya. Kami mengapresiasi upaya pemerintah mendorong kebijakan melalui pembangunan rendah karbon yang membuka peluang bagi sektor swasta. Ini kesempatan yang sangat baik," kata Direktur Eksekutif Lippo Group tersebut melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Wamen LHK: Energi dan kehutanan kontributor terbesar penurunan emisi

Ia mengatakan para pelaku industri akan bersama-sama pemerintah mengurangi emisi karbon untuk menangani perubahan iklim.

John menyebutkan salah satu kebijakan pemerintah yang menunjukkan keberpihakan pada pembangunan rendah karbon adalah memungut pajak karbon untuk bisnis sektor PLTU berbahan bakar batu bara mulai April 2022.

"Netral karbon adalah keniscayaan bagi pelaku industri. Mau atau tidak mau, kami harus terlibat dalam upaya ini. Pemerintah juga telah menetapkan target pengikisan emisi karbon sebagai kebijakan yang harus dijalankan semua pihak," ujarnya.

Menurut dia, konsep global netral karbon merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan emisi karbon di setiap sektor yang dilakukan melalui mekanisme trading, crediting maupun pajak karbon.

Selain itu, gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia telah memberikan dampak negatif bagi kehidupan di Bumi, seperti kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, cuaca ekstrem, bencana alam, dan perubahan produksi rantai makanan.

"Pada dasarnya, karbon dihasilkan di hampir semua aktivitas manusia, khususnya dunia usaha. Siapapun tidak terhindar dari produksi karbon," jelas John.

Baca juga: Pemerintah terus berupaya kurangi emisi karbon kendaraan berat

Di sisi lain, lanjutnya, untuk menghilangkan emisi karbon dari dunia industri membutuhkan waktu lama, sehingga, pemerintah dan swasta wajib menyelaraskan strategi pengendalian roda perekonomian agar dapat menolkan emisi karbon.

"Untuk menyalakan AC (air conditioner) saja, sudah menghasilkan karbon. Nah, yang diperlukan saat ini upaya nyata mencapai target netral karbon baik dari sisi teknologi maupun konservasinya," ujarnya.

Di sisi lain, John mengatakan Lippo Group sebagai salah satu pelaku industri di Tanah Air, telah menjadikan transisi energi sebagai daya ungkit untuk mendukung upaya Indonesia memperkuat sistem energi global berkelanjutan.

Lippo telah melalui fase transisi energi melalui proses mengubah penggunaan sumber energi berbasis fosil dan tidak ramah lingkungan ke energi bersih yang ramah lingkungan seperti panel surya, air, panas bumi, dan angin.

Baca juga: Indonesia dinilai berpeluang pimpin blok ekonomi digital regional

Selain itu, katanya, Lippo Group juga secara bertahap menerapkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di perusahaan dan anak usahanya melalui penggunaan teknologi, sehingga dapat mengikis emisi, baik teknologi konservasi air limbah maupun penggunaan pembangkit listrik energi terbarukan.

"Tak satu pun di muka Bumi ini dapat memungkiri komitmen global menciptakan iklim dan lingkungan hidup yang lestari," sebut John.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023